Monday, December 15, 2014

Makalah Proses Penegakan Hukum


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latara Belakang
Ruang lingkup penegakan hukum yang secara hakikatnya sangat luas sekali, dikatakan luas karena dari penegakan hukum tersebut mencakup lembaga-lembaga penegak hukum sepertihalnya yang menerapkannya (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan), pejabat-pejabat yang memegang peranan sebagai pelaksana dari penegakan hukum misalnya (para Hakim, Jaksa, Polisi) dan dari segi administratif (proses peradilan, pengusustan, penahanan).
Dalam Pengadilan misalnya, banyak hal yang perlu di telaah baik dari segi strukturnya maupun dari segi keorganisasiannya. Dilihat dari hakim dan keputusan-keputusannyapun juga penting untuk diteliti. Gledon Schubert, misalnya pernah mengadakan penelitian tentang pola perilaku hakim Amerika Serikat beserta latarbelakangnya, dan keputusan-keputusan yang dihasilkannya yang kemudian di hubungkan dengan bidang-bidang kehidupan seprti politik, ekonomi, dan sebagainya.[1]
B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditarik beberapa macam permasalahan yaitu :
1.    Apa Pengertian Penegakan Hukum ?
2.    Bagaiamana Bentuk Penegakan Hukum ?
3.    Apa Saja Penegak Hukum di Indonesia ?
4.    Bagaimana Proses Penegakan Hukum di Indonesia ?
C.      Maksud dan Tujuan
1.    Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Matakuliah Sosiologi Hukum.
2.    Untuk Dijadikan Sebagai Referensi dalam mempelajari Sosisologi Hukum.
3.    Mengetahui Pengertian, Bentuk-Bentuk, Lembaga-Lembaga, dan Proses Penegakan Hukum.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengetian Penegakan Hukum
Penegakan Hukum merupakan proses dilakukannya upaya untuk  tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[2]
Penegakan Hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (Alternative desputes or conflicts resolutions).[3]
Kemudian Satjipto Raharjo berpendapat bahwa penegakan hukum itu bukan merupakan suatu tindakan yang pasti, yaitu menerapkan hukum terhadap suatu kejadian, yang dapat di ibaratkan menarik garis lurus antara dua titik.[4]
Satjipto Raharjo dalam bukunya “Penegakan Hukum (sebuah Tinjauan Sosiologis)” Mengatakan Penegakan hukum sebagai Proses Sosial, yang bukan merupakan proses yang tertutup melainkan proses yang mempengaruhi lingkungannya.[5]
Dalam arti sempit, actor-aktor utama yang peranannya sangat menonjol dalam proses penegakan hukum itu adalah polisi, jaksa, pengacara dan hakim. Para penegak hukum ini dapat dilihat Pertama sebagai orang atau unsure manusia dengan kualitas, kualifikasi, dan kultur kerjanya masing-masing. Dalam pengertian demikian persoalan penegakan hukum tergantung kepada actor, pelaku, pejabat atau aparat penegak hukum itu sendiri. Kedua , penegak hukum dapat pula dilihat sebagai institusi, badan atau organisasi, dengan kualitas birokrasinya sendiri-sendiri. Dalam kaitan itu kita melihat penegakan hukum itu dari kacamata kelembagaan yang pada kenyataanya, belum terinstitusionalkan  secara rasional dan impersonal (institutionalized). Namun, kedua perspektif tersebut perlu dipahami secara komprehensif dengan melihat pula keterkaitannya satu sama lain sertaketerkaitannya dengan bernagai factor dan element yang terkait dengan hukum itu sendiri sebagai suatu system yang rasional.

B.       Lembaga Penegak Hukum
Petugas penegak hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, oleh karena menyangkut petugas-petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Yang jelas adalah bahwa didalam melaksanakan tugas-tugasnya, maka petugas selayaknya mempunyai suatu pedoman, antara lain peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugas-tugasnya.
C.      Proses Penegakan Hukum
Dalam pembahasan mengenai proses penegakan hukum terdapat enam pembahasan yaitu :
1.    Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
Masalah penegakan hukum memang harus merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Meskipun kemudian, setiap masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing, mungkin memberikan corak permasalahan yang tersendiri didalam kerangka penegakan hukumnya. Persamaanya adalah tujuan dari masing-masing adalah agar didalam masyarakat tercapai keadaan damai sebagai akibat dari penegakan hukum fungsional. Keadaan damai atau kedamaian tersebut berarti, bahwa disatu pihak terdapat ketertiban antar pribadi yang bersifat ekstern dan dilain pihak terdapat ketentraman pribadi yang intern.
Adanya ketertiban antar pribadi , ditandai dengan adanya beberapa ciri, seperti :
a.    Adanya sistem pengendalian yang mantap terhadap terjadinya kekerasan.
b.    Keseragaman pada kaidah-kaidah hukum abstrak.
c.    Konsistensi.
d.   Karena adanya keteratuan, maka proses kemasyarakatan dapat diproyeksikan arahanya.
e.    Keteraturan.
f.     Stabilitas yang nyata (bukan yang bersifat semu).
Masalah masalah tersebut diatas, tentunya tidak dapat dipisahkan dari kenyataan, bahwa berfungsinya hukum sangatlah tergantung pada hubungan yang serasi antara hukum itu sendiri, penegak hukum, fasilitasnya dan masyrakat yang di aturnya. Kepincangan yang terjadi pada salahsatunya akan mengakibatkan dari seluruh sistemnya akan terkena imbas yang negatifnya.
2.    Penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman dalam penegakan hukum.
Dewasa ini di Indonesia masih saja tampak adanya gejala yang cenderung lebih mementingkan ketertiban dalam penegakan hukum. Yang sebenarnya penegakan hukum bertujuan menciptakan kedamaian dalam pergaulan hidup manusia. Kedamaian dalam pergaulan hidup, di satu pihak berarti adanya ketertiban (yang bersifat ekstern antarpribadi atau “interpersonal”), dan dilain pihak artinya adanya ketentraman (yang bersifat intern-pribadi atau “personal”). Keduanya harus serasi, barulah tercapai suatu kedamaian.
Yang sangat diperlukan dalam penegakan hukum, adalah keserasian antara ketertiban dengan ketentraman. Ketertiban dapat dicapai dengan kepastian hukum, sedangkan ketentraman dengan kesebandingan hukum (“rechtsbilijkheid”).
a.       Ketertiban
Karena penegakan hukum menyangkut manusia sebagai anggota kelompok,maupun sabagai pribadi. Dan dalam penegakan hukum tersebut masyarakat bukanlah merupakan “objek”; masyarakat terdiri dari manusia, dan manusia dalam hukum adalah subyek.
Secara sosiologis kedaan tidak tertibterjadi apabila dijumpai keadaan sebagai berikut
·         Sikap tindak yang berlawanan dengan harapan;
·         Terjadinya perlawanan,
·         Adanya kontradiksi
·         Pengaturan yang serba sementara sifatnya,
·         Terlalu sering terjadi perubahan
·         Pelanggaran terhadap peraturan
·         Tidak seragam,
·         Keadaan yang serba asing
·         Kesewenang-wenangan
Dll.
Secara psikologis dapatlah dikatakan, bahwa masalah ketertiban adalah soal disiplin. Disiplin di sini penekanannya bukanlah berarti “membentak”, “menindak”, “memukul”, dll. Sebetulnya disini ada hal yang lebh mendalam lagi, yakni menanamkan kemampuan mengendalikan diri. Ketertiban biasanya dikaitkan dengan kewajiban (sebagai peranan “role”). Kewajiban di sini diartikan sebagai suatu beban atau tugas yang dilaksanakan. Akan tetapi seringkali dilupakan, bahwa kewajiban tersebut senantiasa dilingkupi dengan hak. Hak tersebut merupakan suatu hak untuk tidak diganggu dalam melaksanakan kewajiban.
b.    Ketentraman
Ketentraman merupakan suatu keadaan dimana manusia berada dalam keadaan bebas. Kebebasan ini bukan berarti bahwa dia lalu boleh bertindak semau-maunya. Yang utama disini adalah, rasa bebas dari kekhawatiran, kekecewaan atau frustasi dan konflik dalam diri sendiri (yang mungkin saja timbul sebagai akibat dari ketertiban).
3.    Kepastian hukum tidak kenal keputusan yang simpang siur.
Kiranya para pembaca telah membaca istilah ataupun pengertian kepastian hukum, atau setidaknya pernah mendengar istilah atau pengertian tersebut. Apalagi kepentingan seseorang atau sekelompok orang terasa dirugikan, maka secara sardar atau tidak sadar, dalam alam fikirannya akan timbul masalah kepastian hukum (yang biasanya didahului keadilan).
Memamang di dalam kehidupan manusia selalu ada kecenderungan yang kuat untuk hidup pantas, walaupun ukuran kepantasan berbeda-beda bagi manusia. Maka terkaitlah pengertian nilai dan norma yang sedikit banyknya mengatur kepastian dan keadilan daripada keserasian tersebut.
Hal-hal tersebut diatas hakekatnya merupakan bagian yang pokok daripada sifat hakekat manusia walaupun dia sendiri tidak selalu menyadarinya. Kesadaran akan hal itu menurut pendapat para ahli sangat tergantung pada tinggi rendahnya latarbelakang pendidikan yang telah dialami. pada umumnya, taraf pendidikan yang formil dan informil yang relatif cukup, mengakibatkan kesdaran yang cukup tinggi pula.
Nilai-nilai sosial, budaya merupakan konsepsi-konsepsi abstrak dalam diri manusia, tentang apa yang dikehendaki dan apa yang dicela dan sebaliknya dihindari. Nilai-nilai tersebut sebenarnya merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman hidup manusia yang senantia harus diisi serta bersifat dinamis.dengan demikian, maka suatu nilai sebenarnya bukalah merupakan tujuan konkret daripada tingkah laku akan tetapi merupakan suatu kriterium untuk memilih tujuan.  Maka nilai-nilai sosial-budaya merupakan hal-hal yang sangat penting dan bukan merupakan hal-hal yang secara sambil lalu saja diperhatikan. .
4.    Pengertian hukum dan pengaruhnya terhadap pengakan hukum.
Apabila seseoraang memberikan arti tertentu pada suatu gejala (mislanya hukum), biasanya pengertian tersebut dikaitkan dengan pengetahuannya mengenai gejala tersebut atau kebiasaannya untuk selalu berhubungan dengan gejala tersebut.
Jika seseorang yang mempunyai latarbelakang pendidikan hukum, maka akan mengartikan hukum sebagai patokan untuk berprilaku yang pantas, jadi hukum itu diartikan sebagai tata hukum, atau hukum posotif tertulis.
Kemungkinan lainnya adalah, bahwa hukum diartikannya sebagai keputusan dari pejabat , misalnya keputusan dari hakim.
Apabila orang yang berkecimpung di bidang sosiologi atau antropologi serta hukum adat, biasanya memberikan arti lain pada hukum, yaitu melihat hukum sebagai pola perilaku atau perilaku yang ajeg .
Dari pengertian hukum yang berbeda diatas timbul karena warga masyarakat memang hidup dalam konteks yang berbeda, sehingga sebenarnya harus dicari adalah penyerasiannya supaya ada titik tolak yang sama.
Perihal proses penegakan, secara asumtif juga ada pelbagai macam pengertian yang akan timbul. Seorang warga masyarakat pedesaan yang sehari-hari hidup dalam system pergaulan tersebut, cenderung mempunyai anggapan yang kuat bahwa suatu sengkata dapat diselesaikan menurut pola perilaku ajeg yang ada, yang menghsilkan kedamaian. Dia tidak merasa tidak perlu diselesaikan di pengadilan, oleh karena mungkin keputusan pengadilan menetapkan ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah. Karena ada pihak yang menang dan yang kalah berarti kedamaian tidak tercapai dan menganggap bahwa persengketaan akan timbul kembali.
Apabila seseorang menganggap bahwa hukum itu artinya adalah tata hukum belaka, akibatnya adalah bahwa dalam penerapannya dai akan berpegang pada hukum positif tertulis saja. Menurut dia, kesadaran hukum identik dengan peraturan perundang-undangan, penyuluhan hukum adalah identik dengan penyuluhan peraturan perundang-undangan, kepatuhan hukum adalah identik dengan kepatuhan terhadap peraturan peundang-undangan dan seterusnya. Inti dari proses penegakan hukum (yang baik) adalah penerapan yang serasi dari nilai dan kaidah, yang kemudian terwujud dalam pola perilaku.
Selama belum ada kesadaran akan adanya pelbagai pengertian hukum, agaknya sukar sekali untuk mengalami adanya proses penegakan hukum yang baik yang menurut beberapa kalangan berintikan pada keadilan (sebenarnya lebih tepat pada kedamaian).
Bahwa timbulnya pelbagai pengertian hukum merupakan suatu keadaan atau gejala yang wajar, selama disadari bahwa kepentingan warga masyarakat memang berbeda-beda.
5.    Putusan hakim yang baik dapat berakibat negatif.
Tidak selalu keputusan pengadilan  yang sesuai dengan kehendak masyarakat, akan memberikan pengaruh yang baik kepada masyarakat yang bersangkutan. Sudah tentu, bahwa hal ini hendaknya dapat diproyeksikan oleh para hakim, kalau perlu dengan bantuan para saksi ahli terutama para sarjana ilmu sosisal. Dengan bahan yang disajikan oleh para srjana ilmu social tadi, maka akan diperoleh data yang lebih konkret mengenai lingkungan social dimana suatu fakta terjadi. Ini sekedar sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat pada masa kini dan akan datang
6.    Proses penagakan hukum.
Penegakan hukum dilakukan oleh institusi yang diberi wewenang untuk itu, seperti polisi, jaksa, dan pejabat pemerintahan. Sejak hukum itu mengandung perintah dan pemaksaan (Coercion), maka sejak semula hukum membutuhkan bantuan untuk mewujudkan perintah tersebut. Hukum menjadi tidak ada artinya bila perintahnya tidak (dapat) dilaksanakan. Diperlukan usaha dan tindakan manusia agar perintah dan paksaan yang secara potensial ada didalam peraturan itu menjadi manifes.[6]
Penegakan hukum merupakan salah satu aspek terpenting dalam suatu negara hukum, karena hanya dengan penegakan hukumlah maka tujuan hukum, yakni keadilan, kepastian hukum dan ketertiban akan dapat dirasakan masyarakat.
Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, ada tiga hal penting yangg harus diperhatikan dalam menegakkan hukum, yaitu: keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum .Sekaitan dgn ini, Satjipto Raharjo menyatakaan bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemaanfaantan sosial menjadi kenyataan.
Studi tentang penegakan hukum selalu dikaitkan dgn paradigma sistem hukum sbgmn dikemukakan Lawrence M. Fiedman, yg membagi sistem hukum itu ke dalam 3 sub sistem sebagai berikut :
a.       Substansi hukum (legal substance) yg diibaratkan sbg apa yag dikerjakan atau dihasilkan oleh sebuah mesin
b.      Struktur Hukum (legal structur) yg diibaratkan sbg mesin
c.       Kultur hukum (legal cultur), yakni apa sajaa atau siapa saja yg memutuskan mesin itu digunakan.
Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor yg mempengaruhi penegakan hukum adalah:
a.       Faktor hukumnya sendiri
b.      Faktor penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yg membentuk maupun menerapkan hukum
c.       Faktor sarana atau fasilitas yg mendukung penegakan hukum
d.      Faktor masyarakatnya, yakni lingkungan di mana hukum tsb berlaku atau diterapkan
e.       Faktor kebudayaan, hyakni hasil karya, cipta dan rasa yg didasarkan pada karsa manusia di dlm pergaulan hidup.


BAB III
STUDI KASUS (CONTOH KASUS)
A.      Contoh Kasus Proses Penegakan Hukum
Contoh yang kami ambil dari Penegakan Hukum adalah sebagai berikut:
JAKARTA- Jaksa nonaktif Cirus Sinaga di vonis lima tahun penjara oleh mejelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), hari ini. Menurut ketua majelis Hakim, Albertina Ho, terdakwa Cirus terbukti melakukan tindak pidana dengan merintangi upaya penyidikan dan tuntutan dalam kasus Gayus Tambunan. “Cirus Sinaga telah terbukti sevara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana merintangi secara tidak langusng penyidikan, penututan dan pemeriksaan disidang terhadap terdakwa dalam siding tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terdakwa dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp. 150 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak diganti kurungan 3 bulan, “ujar Ketua Majelis Hakim Albertina Ho, saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/10/2011). Selain itu, lanjut Albertina, hal-hal yang memberatkan Cirus Sinaga adalah melakukan tindak pidana yang bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara yang meringankan yaitu belum pernah menjalani hukuman dan Cirus dalam keadaan sakit dan membutuhkan pengobatan. “seharusnya terdakwa selaku penegak hukum menjadi contoh teladan dalam penegakan hukum namun terdakwa melakukan sebaliknya mengurangi kepercayaan masyarakat dalam penegakan hukum, “ paparnya. Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Cirus enam tahun penjara dan denda RP. 150 juta subsidair tiga bulan penjara. Cirus dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menghilangkan pasal korupsi dalam perkara pencucian uang Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri Tangerang.[7]

BAB V
KESIMPULAN
            Dari pembahasan diatas dpat disimpulkan bahwa Penegakan hukum bukanlah aktivitas yang netral, melainkan memiliki struktur sosialnya sendiri, sehingga berbeda dari waktu ke waktu, dari system ke system dan dari satu tempat ketempat lain. Penegakan hukum yang baik tidaklah semata-mata dapat diatur dari jumlah peraturan tertulis yang dikeluarkan dan luasnya bidang kehidupan  yang diatur itu juga penting, akan tetapi hanya mewujudkan penegakan hukum dalam derajat formal belaka. Dalam segi materialnya lebih banyak diperlukan penggarapan mental yang sesuai dengan sikap dan hakekat hukum itu sendiri.



[1]  Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta.1980 hal. 196
[2]  Artikel, PENEGAKAN HUKUM Oleh : Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH
[3] gtg.blogspot.com/2009/12/penegakan-hukum-law-enforcement.html (19/10/20)
[4]  Satjipto Raharjo, Sosisologi Hukum (Perkembangan metode dan pilihan masalah) 2002 Yogyakarta hal. 190
[5]  Artikel.Matinya-Hukum-Dalam-Proses-Penegakan-Hukum-Di-Indonesia-Imam-Sukadi(18/10/2012)
[6]  Ibid.Raharjo Satjipto,hal 192

1 comment:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    ReplyDelete