PENDAHULUAN
A. Latara Belakang
Ruang lingkup penegakan hukum yang secara
hakikatnya sangat luas sekali, dikatakan luas karena dari penegakan hukum
tersebut mencakup lembaga-lembaga penegak hukum sepertihalnya yang
menerapkannya (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan), pejabat-pejabat yang
memegang peranan sebagai pelaksana dari penegakan hukum misalnya (para Hakim,
Jaksa, Polisi) dan dari segi administratif (proses peradilan, pengusustan,
penahanan).
Dalam Pengadilan misalnya, banyak hal yang
perlu di telaah baik dari segi strukturnya maupun dari segi keorganisasiannya.
Dilihat dari hakim dan keputusan-keputusannyapun juga penting untuk diteliti.
Gledon Schubert, misalnya pernah mengadakan penelitian tentang pola perilaku
hakim Amerika Serikat beserta latarbelakangnya, dan keputusan-keputusan yang
dihasilkannya yang kemudian di hubungkan dengan bidang-bidang kehidupan seprti
politik, ekonomi, dan sebagainya.[1]
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditarik beberapa macam permasalahan
yaitu :
1. Apa Pengertian Penegakan Hukum ?
2. Bagaiamana Bentuk Penegakan Hukum ?
3. Apa Saja Penegak Hukum di Indonesia ?
4. Bagaimana Proses Penegakan Hukum di Indonesia ?
C. Maksud dan Tujuan
1. Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Matakuliah Sosiologi Hukum.
2. Untuk Dijadikan Sebagai Referensi dalam mempelajari Sosisologi Hukum.
3. Mengetahui Pengertian, Bentuk-Bentuk, Lembaga-Lembaga, dan Proses Penegakan Hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengetian Penegakan Hukum
Penegakan Hukum merupakan proses dilakukannya
upaya untuk tegaknya atau berfungsinya
norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau
hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[2]
Penegakan Hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup
kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum
terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek
hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan
mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (Alternative desputes or conflicts
resolutions).[3]
Kemudian Satjipto Raharjo berpendapat bahwa
penegakan hukum itu bukan merupakan suatu tindakan yang pasti, yaitu menerapkan
hukum terhadap suatu kejadian, yang dapat di ibaratkan menarik garis lurus
antara dua titik.[4]
Satjipto Raharjo dalam bukunya “Penegakan
Hukum (sebuah Tinjauan Sosiologis)” Mengatakan Penegakan hukum sebagai Proses
Sosial, yang bukan merupakan proses yang tertutup melainkan proses yang
mempengaruhi lingkungannya.[5]
Dalam arti
sempit, actor-aktor utama yang peranannya sangat menonjol dalam proses
penegakan hukum itu adalah polisi, jaksa, pengacara dan hakim. Para penegak
hukum ini dapat dilihat Pertama sebagai orang atau unsure manusia dengan
kualitas, kualifikasi, dan kultur kerjanya masing-masing. Dalam pengertian
demikian persoalan penegakan hukum tergantung kepada actor, pelaku, pejabat
atau aparat penegak hukum itu sendiri. Kedua , penegak hukum dapat pula
dilihat sebagai institusi, badan atau organisasi, dengan kualitas birokrasinya sendiri-sendiri.
Dalam kaitan itu kita melihat penegakan hukum itu dari kacamata kelembagaan yang
pada kenyataanya, belum terinstitusionalkan secara rasional dan impersonal (institutionalized).
Namun, kedua perspektif tersebut perlu dipahami secara komprehensif dengan melihat
pula keterkaitannya satu sama lain sertaketerkaitannya dengan bernagai factor dan
element yang terkait dengan hukum itu sendiri sebagai suatu system yang rasional.
B. Lembaga Penegak Hukum
Petugas penegak hukum mencakup ruang lingkup
yang sangat luas, oleh karena menyangkut petugas-petugas pada strata atas,
menengah dan bawah. Yang jelas adalah bahwa didalam melaksanakan
tugas-tugasnya, maka petugas selayaknya mempunyai suatu pedoman, antara lain
peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugas-tugasnya.
C. Proses Penegakan Hukum
Dalam pembahasan mengenai proses penegakan
hukum terdapat enam pembahasan yaitu :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
Masalah penegakan hukum memang harus merupakan
suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Meskipun kemudian, setiap
masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing, mungkin memberikan corak permasalahan
yang tersendiri didalam kerangka penegakan hukumnya. Persamaanya adalah tujuan dari
masing-masing adalah agar didalam masyarakat tercapai keadaan damai sebagai
akibat dari penegakan hukum fungsional. Keadaan damai atau kedamaian tersebut
berarti, bahwa disatu pihak terdapat ketertiban antar pribadi yang bersifat
ekstern dan dilain pihak terdapat ketentraman pribadi yang intern.
Adanya ketertiban antar pribadi , ditandai
dengan adanya beberapa ciri, seperti :
a. Adanya sistem pengendalian yang mantap terhadap terjadinya
kekerasan.
b. Keseragaman pada kaidah-kaidah hukum abstrak.
c. Konsistensi.
d. Karena adanya keteratuan, maka proses kemasyarakatan dapat diproyeksikan
arahanya.
e. Keteraturan.
f. Stabilitas yang nyata (bukan yang
bersifat semu).
Masalah masalah tersebut diatas, tentunya
tidak dapat dipisahkan dari kenyataan, bahwa berfungsinya hukum sangatlah
tergantung pada hubungan yang serasi antara hukum itu sendiri, penegak hukum,
fasilitasnya dan masyrakat yang di aturnya. Kepincangan yang terjadi pada
salahsatunya akan mengakibatkan dari seluruh sistemnya akan terkena imbas yang
negatifnya.
2. Penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman dalam penegakan hukum.
Dewasa ini di Indonesia masih saja tampak
adanya gejala yang cenderung lebih mementingkan ketertiban dalam penegakan
hukum. Yang sebenarnya penegakan hukum bertujuan menciptakan kedamaian dalam
pergaulan hidup manusia. Kedamaian dalam pergaulan hidup, di satu pihak berarti
adanya ketertiban (yang bersifat ekstern antarpribadi atau “interpersonal”),
dan dilain pihak artinya adanya ketentraman (yang bersifat intern-pribadi atau
“personal”). Keduanya harus serasi, barulah tercapai suatu kedamaian.
Yang sangat diperlukan dalam penegakan hukum,
adalah keserasian antara ketertiban dengan ketentraman. Ketertiban dapat dicapai dengan kepastian
hukum, sedangkan ketentraman dengan kesebandingan hukum (“rechtsbilijkheid”).
a.
Ketertiban
Karena
penegakan hukum menyangkut manusia sebagai anggota kelompok,maupun sabagai
pribadi. Dan dalam penegakan hukum tersebut masyarakat bukanlah merupakan
“objek”; masyarakat terdiri dari manusia, dan manusia dalam hukum adalah
subyek.
Secara
sosiologis kedaan tidak tertibterjadi apabila dijumpai keadaan sebagai berikut
·
Sikap tindak yang berlawanan dengan harapan;
·
Terjadinya
perlawanan,
·
Adanya
kontradiksi
·
Pengaturan
yang serba sementara sifatnya,
·
Terlalu
sering terjadi perubahan
·
Pelanggaran
terhadap peraturan
·
Tidak
seragam,
·
Keadaan
yang serba asing
·
Kesewenang-wenangan
Dll.
Secara psikologis dapatlah dikatakan, bahwa masalah ketertiban
adalah soal disiplin. Disiplin di sini penekanannya bukanlah berarti “membentak”,
“menindak”, “memukul”, dll. Sebetulnya disini ada hal yang lebh mendalam lagi, yakni
menanamkan kemampuan mengendalikan diri. Ketertiban biasanya dikaitkan dengan
kewajiban (sebagai peranan “role”). Kewajiban di sini diartikan sebagai suatu
beban atau tugas yang dilaksanakan. Akan tetapi seringkali dilupakan, bahwa
kewajiban tersebut senantiasa dilingkupi dengan hak. Hak tersebut merupakan
suatu hak untuk tidak diganggu dalam melaksanakan kewajiban.
b.
Ketentraman
Ketentraman merupakan suatu keadaan dimana manusia berada dalam
keadaan bebas. Kebebasan ini bukan berarti bahwa dia lalu boleh bertindak
semau-maunya. Yang utama disini adalah, rasa bebas dari kekhawatiran,
kekecewaan atau frustasi dan konflik dalam diri sendiri (yang mungkin saja
timbul sebagai akibat dari ketertiban).
3. Kepastian hukum tidak kenal keputusan yang simpang siur.
Kiranya para pembaca telah membaca istilah
ataupun pengertian kepastian hukum, atau setidaknya pernah mendengar istilah
atau pengertian tersebut. Apalagi kepentingan seseorang atau sekelompok orang
terasa dirugikan, maka secara sardar atau tidak sadar, dalam alam fikirannya
akan timbul masalah kepastian hukum (yang biasanya didahului keadilan).
Memamang di dalam kehidupan manusia selalu ada
kecenderungan yang kuat untuk hidup pantas, walaupun ukuran kepantasan
berbeda-beda bagi manusia. Maka terkaitlah pengertian nilai dan norma yang
sedikit banyknya mengatur kepastian dan keadilan daripada keserasian tersebut.
Hal-hal tersebut diatas hakekatnya merupakan
bagian yang pokok daripada sifat hakekat manusia walaupun dia sendiri tidak
selalu menyadarinya. Kesadaran akan hal itu menurut pendapat para ahli sangat
tergantung pada tinggi rendahnya latarbelakang pendidikan yang telah dialami.
pada umumnya, taraf pendidikan yang formil dan informil yang relatif cukup,
mengakibatkan kesdaran yang cukup tinggi pula.
Nilai-nilai sosial, budaya merupakan
konsepsi-konsepsi abstrak dalam diri manusia, tentang apa yang dikehendaki dan
apa yang dicela dan sebaliknya dihindari. Nilai-nilai tersebut sebenarnya
merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman hidup manusia yang senantia
harus diisi serta bersifat dinamis.dengan demikian, maka suatu nilai sebenarnya
bukalah merupakan tujuan konkret daripada tingkah laku akan tetapi merupakan
suatu kriterium untuk memilih tujuan.
Maka nilai-nilai sosial-budaya merupakan hal-hal yang sangat penting dan
bukan merupakan hal-hal yang secara sambil lalu saja diperhatikan. .
4. Pengertian hukum dan pengaruhnya terhadap pengakan hukum.
Apabila seseoraang memberikan arti tertentu pada suatu gejala (mislanya
hukum), biasanya pengertian tersebut dikaitkan dengan pengetahuannya mengenai
gejala tersebut atau kebiasaannya untuk selalu berhubungan dengan gejala
tersebut.
Jika seseorang yang mempunyai latarbelakang pendidikan hukum, maka akan
mengartikan hukum sebagai patokan untuk berprilaku yang pantas, jadi hukum itu
diartikan sebagai tata hukum, atau hukum posotif tertulis.
Kemungkinan lainnya adalah, bahwa hukum diartikannya sebagai keputusan dari
pejabat , misalnya keputusan dari hakim.
Apabila orang yang berkecimpung di bidang sosiologi atau antropologi serta
hukum adat, biasanya memberikan arti lain pada hukum, yaitu melihat hukum
sebagai pola perilaku atau perilaku yang ajeg .
Dari pengertian hukum yang berbeda diatas timbul karena warga masyarakat
memang hidup dalam konteks yang berbeda, sehingga sebenarnya harus dicari
adalah penyerasiannya supaya ada titik tolak yang sama.
Perihal proses penegakan, secara
asumtif juga ada pelbagai macam pengertian yang akan timbul. Seorang warga
masyarakat pedesaan yang sehari-hari hidup dalam system pergaulan tersebut,
cenderung mempunyai anggapan yang kuat bahwa suatu sengkata dapat diselesaikan
menurut pola perilaku ajeg yang ada, yang menghsilkan kedamaian. Dia tidak
merasa tidak perlu diselesaikan di pengadilan, oleh karena mungkin keputusan
pengadilan menetapkan ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah. Karena
ada pihak yang menang dan yang kalah berarti kedamaian tidak tercapai dan
menganggap bahwa persengketaan akan timbul kembali.
Apabila seseorang menganggap bahwa
hukum itu artinya adalah tata hukum belaka, akibatnya adalah bahwa dalam
penerapannya dai akan berpegang pada hukum positif tertulis saja. Menurut dia,
kesadaran hukum identik dengan peraturan perundang-undangan, penyuluhan hukum
adalah identik dengan penyuluhan peraturan perundang-undangan, kepatuhan hukum
adalah identik dengan kepatuhan terhadap peraturan peundang-undangan dan
seterusnya. Inti dari proses penegakan hukum (yang baik) adalah penerapan yang
serasi dari nilai dan kaidah, yang kemudian terwujud dalam pola perilaku.
Selama belum ada kesadaran akan
adanya pelbagai pengertian hukum, agaknya sukar sekali untuk mengalami adanya
proses penegakan hukum yang baik yang menurut beberapa kalangan berintikan pada
keadilan (sebenarnya lebih tepat pada kedamaian).
Bahwa timbulnya pelbagai pengertian
hukum merupakan suatu keadaan atau gejala yang wajar, selama disadari bahwa
kepentingan warga masyarakat memang berbeda-beda.
5. Putusan hakim yang baik dapat berakibat negatif.
Tidak selalu keputusan pengadilan
yang sesuai dengan kehendak masyarakat, akan memberikan pengaruh yang
baik kepada masyarakat yang bersangkutan. Sudah tentu, bahwa hal ini hendaknya
dapat diproyeksikan oleh para hakim, kalau perlu dengan bantuan para saksi ahli
terutama para sarjana ilmu sosisal. Dengan bahan yang disajikan oleh para
srjana ilmu social tadi, maka akan diperoleh data yang lebih konkret mengenai
lingkungan social dimana suatu fakta terjadi. Ini sekedar sebagai bahan
pertimbangan untuk mengambil keputusan sesuai dengan rasa keadilan yang hidup
dalam masyarakat pada masa kini dan akan datang
6. Proses penagakan hukum.
Penegakan hukum dilakukan oleh institusi yang
diberi wewenang untuk itu, seperti polisi, jaksa, dan pejabat pemerintahan.
Sejak hukum itu mengandung perintah dan pemaksaan (Coercion), maka sejak
semula hukum membutuhkan bantuan untuk mewujudkan perintah tersebut. Hukum
menjadi tidak ada artinya bila perintahnya tidak (dapat) dilaksanakan.
Diperlukan usaha dan tindakan manusia agar perintah dan paksaan yang secara
potensial ada didalam peraturan itu menjadi manifes.[6]
Penegakan hukum merupakan salah satu aspek
terpenting dalam suatu negara hukum, karena hanya dengan penegakan hukumlah
maka tujuan hukum, yakni keadilan, kepastian hukum dan ketertiban akan dapat
dirasakan masyarakat.
Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, ada tiga
hal penting yangg harus diperhatikan dalam menegakkan hukum, yaitu: keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum .Sekaitan dgn ini, Satjipto Raharjo menyatakaan
bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang
keadilan, kepastian hukum dan kemaanfaantan sosial menjadi kenyataan.
Studi tentang penegakan hukum selalu dikaitkan
dgn paradigma sistem hukum sbgmn dikemukakan Lawrence M. Fiedman, yg membagi
sistem hukum itu ke dalam 3 sub sistem sebagai berikut :
a. Substansi hukum (legal substance) yg diibaratkan sbg apa yag dikerjakan
atau dihasilkan oleh sebuah mesin
b. Struktur Hukum (legal structur) yg diibaratkan sbg mesin
c. Kultur hukum (legal cultur), yakni apa sajaa atau siapa saja yg memutuskan
mesin itu digunakan.
Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor yg
mempengaruhi penegakan hukum adalah:
a. Faktor hukumnya sendiri
b. Faktor penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yg membentuk maupun menerapkan
hukum
c. Faktor sarana atau fasilitas yg mendukung penegakan hukum
d. Faktor masyarakatnya, yakni lingkungan di mana hukum tsb berlaku atau
diterapkan
e. Faktor kebudayaan, hyakni hasil karya, cipta dan rasa yg didasarkan pada
karsa manusia di dlm pergaulan hidup.
STUDI KASUS (CONTOH KASUS)
A. Contoh Kasus Proses Penegakan Hukum
Contoh yang kami ambil dari Penegakan Hukum adalah
sebagai berikut:
JAKARTA- Jaksa
nonaktif Cirus Sinaga di vonis lima tahun penjara oleh mejelis hakim Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), hari ini. Menurut ketua majelis Hakim,
Albertina Ho, terdakwa Cirus terbukti melakukan tindak pidana dengan merintangi
upaya penyidikan dan tuntutan dalam kasus Gayus Tambunan. “Cirus Sinaga telah
terbukti sevara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana merintangi
secara tidak langusng penyidikan, penututan dan pemeriksaan disidang terhadap
terdakwa dalam siding tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terdakwa dengan
pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp. 150 juta dengan
ketentuan apabila denda tersebut tidak diganti kurungan 3 bulan, “ujar Ketua
Majelis Hakim Albertina Ho, saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor
Jakarta, Selasa (25/10/2011). Selain itu, lanjut Albertina, hal-hal yang
memberatkan Cirus Sinaga adalah melakukan tindak pidana yang bertentangan
dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara yang
meringankan yaitu belum pernah menjalani hukuman dan Cirus dalam keadaan sakit
dan membutuhkan pengobatan. “seharusnya terdakwa selaku penegak hukum menjadi
contoh teladan dalam penegakan hukum namun terdakwa melakukan sebaliknya
mengurangi kepercayaan masyarakat dalam penegakan hukum, “ paparnya. Seperti
diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Cirus enam tahun penjara dan
denda RP. 150 juta subsidair tiga bulan penjara. Cirus dinilai terbukti
melakukan tindak pidana korupsi dengan menghilangkan pasal korupsi dalam
perkara pencucian uang Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri Tangerang.[7]
BAB V
KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas dpat disimpulkan bahwa Penegakan hukum bukanlah aktivitas
yang netral, melainkan memiliki struktur sosialnya sendiri, sehingga berbeda
dari waktu ke waktu, dari system ke system dan dari satu tempat ketempat lain.
Penegakan hukum yang baik tidaklah semata-mata dapat diatur dari jumlah
peraturan tertulis yang dikeluarkan dan luasnya bidang kehidupan yang diatur itu juga penting, akan tetapi
hanya mewujudkan penegakan hukum dalam derajat formal belaka. Dalam segi
materialnya lebih banyak diperlukan penggarapan mental yang sesuai dengan sikap
dan hakekat hukum itu sendiri.
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
ReplyDeleteBERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....