PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut
undang-undang, pada dasarnya setiap orang adalah cakap untuk mewaris baik
karena undang-undang maupun atas kekuatan sebuah surat wasiat. Hal ini berarti
tidak ada seorangpun yang sama sekali tidak dapat mewaris. Kesempatan mewaris
ini pada umumnya di terima oleh para ahlinya baik dengan tegas maupun diam-diam
tanpa terlintas di benaknya pikiran-pikiran yang menuju ke arah negatif mengenai
harta peninggalan tersebut.
Namun didalam
kenyataannya ada saja sebagian orang yang seharusnya mempunyai dan mendapatkan
hak mewaris, tapi ahli waris tersebut tidak mau menerima hak warisnya atau bisa
disebut dengan menolak warisan yang diberikan pewaris, karena suatu hal
tertentu yang menyebabkan mereka harus berfikir dan menganggap perlu meneliti
keadaan harta peninggalan sebelum mengambil keputusan untuk menerimanya.
Masalah
penolakan ini tentunya telah diatur dalam undang-undang yang mana di sana
dijelaskan hal-hal diantaranya mengenai penolakan warisan, yang kesemuanya ini
sangat perlu dikaji untuk mencapai puncak kefahaman terhadap hukum waris
perdata.
Maka dari itu
penulis tertarik membahas mengenai penolakan warisan dikarenakan banyaknya
permasalahan mengenai akibat dari penolakan warisan tersebut, banyak sekali
hal-hal yang perlu dibahas mengenai hal penolakan warisan.
B. Identifikasi Masalah
Ada
hal-hal penting yang harus dibahas dalam makalah ini mengenai masalah yang
berhubungan dengan penolakan harta warisan. Maka dapat dirumuskan beberapa masalah
dalam bentuk pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud penolakan itu ?
2. Bagaimana pembagian warisan apabila terjadinya penolakan?
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
TENTANG PENOLAKAN WARISAN
A. Pengertian Penolakan
Penolakan dalam hal waris ialah seorang ahli waris yang
menolak harta peninggalan dari ahli waris yang seharusnya menjadi hak nya, hal
tersebut disebabkan beberapa hal atau masalah yang berkenan dengan ahli waris
dengan si pewaris.
Seorang ahli waris dapat menolak warisan yang terbuka
baginya. Apabila terjadi penolakan, maka saat itu mulai berlakunya penolakan
dianggap terjadi sejak hari meninggalnya si pewaris jadi berlaku surut (Pasal 1047).
Ahli waris yang menolak warisan berarti melepaskan pertanggungjawabannya
sebagai ahli waris dan menyatakan tidak menerima pembagian harta peninggalan.[1]
Didalam Pasal 1057 Menyatakan sebagai berikut:
“Menolak suatu warisan harus terjadi dengan
tegas, dan harus dilakukan dengan suatu penyataan yang dibuat di kepaniteraan
Pengadilan Negeri, yang dalam daerah hukumnya telah terbuka warisan itu”.
Apabila kita melihat dari pasal diatas, ketika seorang
ahli waris menolak untuk menerima suatu warisan, maka si pewaris yang menolak
tersebut harus memberikan suatu pernyataan dengan tegas, bahwa warisan itu
ditolaknya dan hal tersebut harus dilakukan menghadap pengadilan di pengadilan
negeri. Namun apabila si penolak warisan tidak bisa datang sendiri, maka bisa
dikuasakan kepada orang lain. Akan tetapi surat kuasa tersebut haruslah
notariil.
Hak untuk menolak baru timbul setelah warisan terbuka dan
tidak dapat gugur karena daluwarsa (pasal 1062).[2]
Pasal 1063 Menyatakn sebagai berikut:
“Sekalipun dalam suatu perjanjiann kawin, tak
dapatlah sesorang melepaskan haknya atas warisansesorang yang masih hidup,
begitupun tak dapatlah ia menjual hak-hak yang di kemudian hari akan
diperolehnya atas warisan yang seperti itu”.
Jika terdapat beberapa ahli waris, maka yang satu boleh
menolak sedangkan yang lain menerima warisan (Pasal 1050)
B. Bentuk Penolakan
Sebagaimana halnya dengan berfikir dan menerima secara
benefisier, menolakpun harus dilakukan secara tegas. Hal itu dilakukan dengan
cara memberikan suarat keterangan di kepaniteraan pengadilan negeri. Surat
tidak diperlukan , pegawai di kepaniteraan, dihadapan siapa keterangan itu
diberikan, akan membuat suatu akta. Dalam pasal 1070 dan 1075 diatur tentang
pembukuaan akta ini dalam suatu register yang disediakan untuk itu syarat ini
disini ditiadakan.[3]
Juga legataris dapat menolak, dalam bagian yang bersangkutan
Undang-undang hanya membicarakan oleh ahli waris. Menolakan oleh legataris
terjadi secara tidak resmi. Penolakan adalah suatu hak. Sebagaimana halnya
dengan setiap pelepasan hak lain, mulai berlaku dengan menyatakan kehendaknya
untuk itu kepada orang yang bersangkutan, dalam hal ini adalah ahli waris.
C. Akibat Penolakan
Azas pokonya tergantung dalam pasal 1104; harta peninggalan
dibagi seolah-olah ahli waris yang telah menolak, tidak ada. Pergantian tidak
terjadi bagi dia. Sebagaimana yang telah dibentangkan, bahwa pergantian hanya
dapat terjadi untuk seorang yang meninggal lebih dahulu. Undang-undang menutup
pasal tersebut dengan kata-kata : “ apabila ia satu-satunya ahli waris dalam
derajatnya, atau semua ahli waris teal menolak warisan, maka tampilah
anak-anak untuk diri sendiri dan mewaris
sama banyak”. Hal ini benar sepanjang mengenai kelompok pertama dan kedua.
Apabila semua pewaris menolak, maka cucu akli waris untuk sendiri. Apabila ada
suami atau istri, karena itu menghalangi cucu tampil untuk diri sendiri dan
mewarisi sama banyak. Hal ini benar selama mengenai kelompok pertama dan kedua.
Apabila semua anak pewris menolak, maka cucu mewarisi untuk diri sendiri,
kecuali kalau ada suami dan istri, karena ia menghalangi cucu tampil untuk diri
sendiri, hal yang seperti itu juga ditemukan dalam kelompok kedua.[4]
Akibat penolakan warisan diatur dalam pasal
1058, 1059, dan 1060.
Pasal 1058 BW menyatakan sebagai berikut :
“si waris yang menolak
warisannya, diangap tidak pernah menjadi waris”
Maksud dari pasal tersebut
adalah apabial si pwaris yang sudah menolak warisan yang diberikan, maka ahli
waris tersebut dianggap tiak pernah ada.
Didalam Pasal 1059 menyatakan sebagai berikut :
“Bagian warisan seseorang yang
menolak jatuh kepada mereka yang sedianya berhak atas bagian itu, seandainya si
waris yang menolak itu tidak hidup pada Waktu meninggalnya orang yang
mewariskan”.
Maksud dari
pasal1059 diatas adalah ketika yang mewaris tersebut menolak, dan ketika pada
saat meninggalnya pewaris, si mewaris sudah meninggal, maka bagian yang ditolak
tersebut jatuh kepada orang yang berhak atas bagian tersebut.
Pasal 1060 menyatakan sebagai berikut :
“Siapa yang menolak warisan,
tidak sekali-kali dapat diwarisi dengan cara pergantian , jika ia satu-satunya
waris di dalam derajatnya, atau jika kesemuanya waris menolak , maka sekalian
anak-anak tampil ke muka atas Dasar kedudukan mereka sendiri dan mewaris untuk
bagian yang sama”.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pembagian Warisan Dalam Hal Penolakan Warisan
Dalam Hal
Ahli Waris Golongan I
a. A meninggal, meninggalkan istrinya B
serta dua orang anak C dan D. C menolak HP. Harta peninggalannya adalah Rp.
2.000.000
Menurut
Pasal 1058, C dinggap tidak ada. Maka pembagian warisannya adalah sebagai
berikut:
Jawab
B= ½ x Rp.
2.000.000 = Rp. 1.000.000
D= ½ x Rp.
2.000.000= Rp. 1.000.000
Penghitungan menurut pasal 1059.
Warisan terlebih dahulu sebagai berikut:
B= 1/3
C=1/3
D=1/3
Karena C menolak warisan, bagian yang 1/3 itu
diberikan kepada B dan D masing-masing memperoleh ½ x 1/3 = 1/6. Jadi,
pembagian warisannya:
B= 1/3 +
1/6 = 3/6 = ½ x Rp. 2.000.000 = Rp. 1.000.000
D= 1/3 +
1/6 = 3/6 = ½ x Rp. 2.000.000 = Rp. 1.000.000
Dalam soal
diatas, baik dengan pasal 1058 maupun pasal 1059 hasilnya adalah sama, yaitu
masing-masing B dan C memperoleh 1/2.
b. A meninggal, meninggalkan istrinya B, 2
orang anak C dan D, serta 2 orang cucu Fdan G (anak dari E; E meninggal lebih
dulu dari A). G menolak. Harta warisannya Rp. 10.000.000. Bagaimana pembagian
warisan?
Jawab:
Menurut
pasal 1058
B= ¼ x Rp.
10.000.000 = Rp. 2.500.000
C= ¼ x Rp.
10.000.000 = Rp. 2.500.000
D= ¼ x Rp. 10.000.000 = Rp. 2.500.000
F= ¼ x Rp.
10.000.000 = Rp. 2.500.000
Menurut
pasal 1059:
Pembagian
dilaksanakan terlebihdahulu sebagai berikut:
B= 1/4
C= 1/4
D= 1/4
F= 1/8
G= 1/8
Bagian G
karena ia menolak, jatuh pada ahli waris yang lain dengan perbandingan
perolehan mereka:
B= ¼ + 2/7
+ 1/8 = 16/56 x Rp. 10.000.000=
2857142,85
C= ¼ + 2/7
+ 1/8 = 16/56 x Rp. 10.000.000=
2857142,85
D= ¼ + 2/7
+ 1/8 = 16/56 x Rp. 10.000.000=
2857142,85
F= 1/8 +
1/7 + 1/8 = 8/56 x Rp. 10.000.000= 1428571,42
Kalau
dilaksanakan pembagian menurut Pasal 1058, F menerima ¼ = 2/8, sedangkan
menurut pasal 1059, F menerima 8/56= < 2/8.
Catatan:
Sebaiknya dipergunakan pasal yang menguntungkan
para ahli waris.
Contoh Soal : Dalam Hal Ahli Waris Golongan II.
a. A meningggal, meninggalkan orangtuanya B
dan C, dan 4 orang saudara: D, E, F dan G. G menolak harta peninggalan A. harta
peninggalananya Rp. 1.000.000
Jawab:
Menurut
pasal 85
B= ¼ x Rp.
1.000.000= Rp. 250.000
C= ¼= Rp. 250.000
Sisanya 2/4: untuk D, E, F
D= 1/3x2/4 = 2/12 x 1.000.000= 41666.66
E= 1/3x2/4 = 2/12 x 1.000.000= 41666.66
F= 1/3x2/4 = 2/12 x 1.000.000= 41666.66
1) Pasal 1058; G menolak harta peninggalan,
sehingga tidak mewaris.
2) Menurut pasal 854:
B= ¼ x 1.000.000= 250.000
C= ¼ x 1.000.000= 250.000
Siasanya 2/4 dibagi
antara D, E, F dan G, masing-masing
= ¼ x 2/4= 2/6= 1/8
x 1.000.000 = 125000
3) Pasal 1059: karena G menolak, maka
bagianya (1/8) dibagi antara D, E, dan F, masing-masing mendapat 1/3 x 1/8 =
1/24.
Pembagian warisan:
B= 1/4 = 6/24 x 1.000.000= 250000
C= 1/4 =6/24
x 1.000.000= 250000
D= 1/8 + 1/24 = 4/24 x 1.000.000= 166666.67
E= 1/8 + 1/24 = 4/24 x 1.000.000= 166666.67
F= 1/8 + 1/24 = 4/24 x 1.000.000= 166666.67
Catatan:
B dan C (orang tua) tidak memperoleh
keuntungan dari penolakan G. hal ini disebabkan saudara yang mewaris lebih dari
satu, yang menurut Pasal 854 Ayat 2, bagian ayah dan ibu adalah masing-masing
¼, dan sisanya untuk saudara-saudaranya.
Contoh
soal: dengan Ahli Wari Golongan III
A
meninggal, meninggalkan harta warisan Rp. 1.000.000, C menolak harta warisan,
bagaiman pembagiannnya
Jawab:
Pasal 1058
yo 850
Pembagiannya
B= ½ x
1.000.000= 500.000
D= ½ x
1.000.000= 500.000
BAB IV
SIMPULAN
1. Penolakan dalam hal waris ialah seorang ahli waris yang menolak harta
peninggalan dari ahli waris yang seharusnya menjadi hak nya, hal tersebut
disebabkan beberapa hal/masalah yang berkenan dengan ahli waris dengan si
pewaris.
2.
Ahli waris yang
menolak warisan, berarti ia melepaskan pertanggung jawabannya sebagai ahli
waris dan menyatakan tidak menerima pembagian Harta Peninggalan. Dapat dilakukan oleh semua
ahli waris menurut UU, baik ahli waris legitimaris maupun ahli waris non
legitimaris.
DAFTAR PUSTAKA
Perangin, Efendi. 2011. Hukum Waris,
Jakarta: Rajawali Pers
Pitro,A. 2001. Hukum Waris, Bandung:
PT. Yusditira.
Prof. Subekti, Kitab Undang-undang
Hukum Perdata,
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
ReplyDeleteBERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....