Wednesday, December 17, 2014

Hukum Waris BW : PENOLAKAN WARISAN



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Menurut undang-undang, pada dasarnya setiap orang adalah cakap untuk mewaris baik karena undang-undang maupun atas kekuatan sebuah surat wasiat. Hal ini berarti tidak ada seorangpun yang sama sekali tidak dapat mewaris. Kesempatan mewaris ini pada umumnya di terima oleh para ahlinya baik dengan tegas maupun diam-diam tanpa terlintas di benaknya pikiran-pikiran yang menuju ke arah negatif mengenai harta peninggalan tersebut.
Namun didalam kenyataannya ada saja sebagian orang yang seharusnya mempunyai dan mendapatkan hak mewaris, tapi ahli waris tersebut tidak mau menerima hak warisnya atau bisa disebut dengan menolak warisan yang diberikan pewaris, karena suatu hal tertentu yang menyebabkan mereka harus berfikir dan menganggap perlu meneliti keadaan harta peninggalan sebelum mengambil keputusan untuk menerimanya.
Masalah penolakan ini tentunya telah diatur dalam undang-undang yang mana di sana dijelaskan hal-hal diantaranya mengenai penolakan warisan, yang kesemuanya ini sangat perlu dikaji untuk mencapai puncak kefahaman terhadap hukum waris perdata.
Maka dari itu penulis tertarik membahas mengenai penolakan warisan dikarenakan banyaknya permasalahan mengenai akibat dari penolakan warisan tersebut, banyak sekali hal-hal yang perlu dibahas mengenai hal penolakan warisan.


B. Identifikasi  Masalah
            Ada hal-hal penting yang harus dibahas dalam makalah ini mengenai masalah yang berhubungan dengan penolakan harta warisan. Maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam bentuk pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud penolakan itu ?
2. Bagaimana pembagian warisan apabila terjadinya penolakan?






BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG PENOLAKAN WARISAN

A. Pengertian Penolakan
Penolakan dalam hal waris ialah seorang ahli waris yang menolak harta peninggalan dari ahli waris yang seharusnya menjadi hak nya, hal tersebut disebabkan beberapa hal atau masalah yang berkenan dengan ahli waris dengan si pewaris.
Seorang ahli waris dapat menolak warisan yang terbuka baginya. Apabila terjadi penolakan, maka saat itu mulai berlakunya penolakan dianggap terjadi sejak hari meninggalnya si pewaris jadi berlaku surut (Pasal 1047). Ahli waris yang menolak warisan berarti melepaskan pertanggungjawabannya sebagai ahli waris dan menyatakan tidak menerima pembagian harta peninggalan.[1]
Didalam Pasal 1057 Menyatakan sebagai berikut:
“Menolak suatu warisan harus terjadi dengan tegas, dan harus dilakukan dengan suatu penyataan yang dibuat di kepaniteraan Pengadilan Negeri, yang dalam daerah hukumnya  telah terbuka warisan itu”.
Apabila kita melihat dari pasal diatas, ketika seorang ahli waris menolak untuk menerima suatu warisan, maka si pewaris yang menolak tersebut harus memberikan suatu pernyataan dengan tegas, bahwa warisan itu ditolaknya dan hal tersebut harus dilakukan menghadap pengadilan di pengadilan negeri. Namun apabila si penolak warisan tidak bisa datang sendiri, maka bisa dikuasakan kepada orang lain. Akan tetapi surat kuasa tersebut haruslah notariil.
Hak untuk menolak baru timbul setelah warisan terbuka dan tidak dapat gugur karena daluwarsa (pasal 1062).[2]
Pasal 1063 Menyatakn sebagai berikut:
“Sekalipun dalam suatu perjanjiann kawin, tak dapatlah sesorang melepaskan haknya atas warisansesorang yang masih hidup, begitupun tak dapatlah ia menjual hak-hak yang di kemudian hari akan diperolehnya atas warisan yang seperti itu”.
Jika terdapat beberapa ahli waris, maka yang satu boleh menolak sedangkan yang lain menerima warisan (Pasal 1050)

B. Bentuk Penolakan
Sebagaimana halnya dengan berfikir dan menerima secara benefisier, menolakpun harus dilakukan secara tegas. Hal itu dilakukan dengan cara memberikan suarat keterangan di kepaniteraan pengadilan negeri. Surat tidak diperlukan , pegawai di kepaniteraan, dihadapan siapa keterangan itu diberikan, akan membuat suatu akta. Dalam pasal 1070 dan 1075 diatur tentang pembukuaan akta ini dalam suatu register yang disediakan untuk itu syarat ini disini ditiadakan.[3]
Juga legataris dapat menolak, dalam bagian yang bersangkutan Undang-undang hanya membicarakan oleh ahli waris. Menolakan oleh legataris terjadi secara tidak resmi. Penolakan adalah suatu hak. Sebagaimana halnya dengan setiap pelepasan hak lain, mulai berlaku dengan menyatakan kehendaknya untuk itu kepada orang yang bersangkutan, dalam hal ini adalah ahli waris.

C. Akibat Penolakan
Azas pokonya tergantung dalam pasal 1104; harta peninggalan dibagi seolah-olah ahli waris yang telah menolak, tidak ada. Pergantian tidak terjadi bagi dia. Sebagaimana yang telah dibentangkan, bahwa pergantian hanya dapat terjadi untuk seorang yang meninggal lebih dahulu. Undang-undang menutup pasal tersebut dengan kata-kata : “ apabila ia satu-satunya ahli waris dalam derajatnya, atau semua ahli waris teal menolak warisan, maka tampilah anak-anak  untuk diri sendiri dan mewaris sama banyak”. Hal ini benar sepanjang mengenai kelompok pertama dan kedua. Apabila semua pewaris menolak, maka cucu akli waris untuk sendiri. Apabila ada suami atau istri, karena itu menghalangi cucu tampil untuk diri sendiri dan mewarisi sama banyak. Hal ini benar selama mengenai kelompok pertama dan kedua. Apabila semua anak pewris menolak, maka cucu mewarisi untuk diri sendiri, kecuali kalau ada suami dan istri, karena ia menghalangi cucu tampil untuk diri sendiri, hal yang seperti itu juga ditemukan dalam kelompok kedua.[4]
Akibat penolakan warisan diatur dalam pasal 1058, 1059, dan 1060.
Pasal 1058 BW menyatakan sebagai berikut :
“si waris yang menolak warisannya, diangap tidak pernah menjadi waris”
Maksud dari pasal tersebut adalah apabial si pwaris yang sudah menolak warisan yang diberikan, maka ahli waris tersebut dianggap tiak pernah ada.
Didalam Pasal 1059 menyatakan sebagai berikut :
“Bagian warisan seseorang yang menolak jatuh kepada mereka yang sedianya berhak atas bagian itu, seandainya si waris yang menolak itu tidak hidup pada Waktu meninggalnya orang yang mewariskan”.
 Maksud dari pasal1059 diatas adalah ketika yang mewaris tersebut menolak, dan ketika pada saat meninggalnya pewaris, si mewaris sudah meninggal, maka bagian yang ditolak tersebut jatuh kepada orang yang berhak atas bagian tersebut.
Pasal 1060 menyatakan sebagai berikut :
“Siapa yang menolak warisan, tidak sekali-kali dapat diwarisi dengan cara pergantian , jika ia satu-satunya waris di dalam derajatnya, atau jika kesemuanya waris menolak , maka sekalian anak-anak tampil ke muka atas Dasar kedudukan mereka sendiri dan mewaris untuk bagian yang sama”.



BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pembagian Warisan Dalam Hal Penolakan Warisan
Dalam Hal Ahli Waris Golongan I
a.       A meninggal, meninggalkan istrinya B serta dua orang anak C dan D. C menolak HP. Harta peninggalannya adalah Rp. 2.000.000
 



Menurut Pasal 1058, C dinggap tidak ada. Maka pembagian warisannya adalah sebagai berikut:
Jawab
B= ½ x Rp. 2.000.000 = Rp. 1.000.000
D= ½ x Rp. 2.000.000= Rp. 1.000.000
Penghitungan menurut pasal 1059.
Warisan terlebih dahulu sebagai berikut:
B= 1/3
C=1/3
D=1/3
Karena C menolak warisan, bagian yang 1/3 itu diberikan kepada B dan D masing-masing memperoleh ½ x 1/3 = 1/6. Jadi, pembagian warisannya:
B= 1/3 + 1/6 = 3/6 = ½ x Rp. 2.000.000 = Rp. 1.000.000
D= 1/3 + 1/6 = 3/6 = ½ x Rp. 2.000.000 = Rp. 1.000.000
Dalam soal diatas, baik dengan pasal 1058 maupun pasal 1059 hasilnya adalah sama, yaitu masing-masing B dan C memperoleh 1/2.


b.      A meninggal, meninggalkan istrinya B, 2 orang anak C dan D, serta 2 orang cucu Fdan G (anak dari E; E meninggal lebih dulu dari A). G menolak. Harta warisannya Rp. 10.000.000. Bagaimana pembagian warisan?
Jawab:
 

Menurut pasal 1058
B= ¼ x Rp. 10.000.000 = Rp. 2.500.000
C= ¼ x Rp. 10.000.000 = Rp. 2.500.000
D=  ¼ x Rp. 10.000.000 = Rp. 2.500.000
F= ¼ x Rp. 10.000.000 = Rp. 2.500.000
Menurut pasal 1059:
Pembagian dilaksanakan terlebihdahulu sebagai berikut:
B= 1/4
C= 1/4
D= 1/4
F= 1/8
G= 1/8
Bagian G karena ia menolak, jatuh pada ahli waris yang lain dengan perbandingan perolehan mereka:
B= ¼ + 2/7 + 1/8 = 16/56 x Rp. 10.000.000=  2857142,85
C= ¼ + 2/7 + 1/8 = 16/56 x Rp. 10.000.000=  2857142,85
D= ¼ + 2/7 + 1/8 = 16/56 x Rp. 10.000.000=  2857142,85
F= 1/8 + 1/7 + 1/8 = 8/56 x Rp. 10.000.000= 1428571,42
Kalau dilaksanakan pembagian menurut Pasal 1058, F menerima ¼ = 2/8, sedangkan menurut pasal 1059, F menerima 8/56= < 2/8.
Catatan:
Sebaiknya dipergunakan pasal yang menguntungkan para ahli waris.
Contoh Soal : Dalam Hal Ahli Waris Golongan II.
a.       A meningggal, meninggalkan orangtuanya B dan C, dan 4 orang saudara: D, E, F dan G. G menolak harta peninggalan A. harta peninggalananya Rp. 1.000.000
Jawab:



Menurut pasal 85
B= ¼ x Rp. 1.000.000= Rp. 250.000
C= ¼= Rp. 250.000
Sisanya 2/4: untuk D, E, F
D= 1/3x2/4 = 2/12 x 1.000.000= 41666.66
E= 1/3x2/4 = 2/12 x 1.000.000= 41666.66
F= 1/3x2/4 = 2/12 x 1.000.000= 41666.66
1)      Pasal 1058; G menolak harta peninggalan, sehingga tidak mewaris.
2)      Menurut pasal 854:
B= ¼ x 1.000.000= 250.000
C= ¼ x 1.000.000= 250.000
Siasanya 2/4 dibagi antara D, E, F dan G, masing-masing
= ¼ x 2/4= 2/6= 1/8 x 1.000.000 = 125000
3)      Pasal 1059: karena G menolak, maka bagianya (1/8) dibagi antara D, E, dan F, masing-masing mendapat 1/3 x 1/8 = 1/24.
Pembagian warisan:
B= 1/4                   = 6/24 x 1.000.000= 250000
C= 1/4                   =6/24 x 1.000.000= 250000
D= 1/8 + 1/24        = 4/24 x 1.000.000= 166666.67
E= 1/8 + 1/24        = 4/24 x 1.000.000= 166666.67
F= 1/8 + 1/24        = 4/24 x 1.000.000= 166666.67
Catatan:
B dan C (orang tua) tidak memperoleh keuntungan dari penolakan G. hal ini disebabkan saudara yang mewaris lebih dari satu, yang menurut Pasal 854 Ayat 2, bagian ayah dan ibu adalah masing-masing ¼, dan sisanya untuk saudara-saudaranya.
Contoh soal: dengan Ahli Wari Golongan III 


A meninggal, meninggalkan harta warisan Rp. 1.000.000, C menolak harta warisan, bagaiman pembagiannnya
Jawab:
Pasal 1058 yo 850
Pembagiannya
B= ½ x 1.000.000= 500.000
D= ½ x 1.000.000= 500.000 


BAB IV
SIMPULAN
1.      Penolakan dalam hal waris ialah seorang ahli waris yang menolak harta peninggalan dari ahli waris yang seharusnya menjadi hak nya, hal tersebut disebabkan beberapa hal/masalah yang berkenan dengan ahli waris dengan si pewaris.
2.      Ahli waris yang menolak warisan, berarti ia melepaskan pertanggung jawabannya sebagai ahli waris dan menyatakan tidak menerima pembagian Harta Peninggalan. Dapat dilakukan oleh semua ahli waris menurut UU, baik ahli waris legitimaris maupun ahli waris non legitimaris.
  

  

DAFTAR PUSTAKA
Perangin, Efendi. 2011. Hukum Waris, Jakarta: Rajawali Pers
Pitro,A. 2001. Hukum Waris, Bandung:  PT. Yusditira.
Prof. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,




[1] Effendi Perangin, Hukum Waris, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hlm. 171
[2] Effendi Perangin, loc. cit. hlm. 8
[3]  A.Pitro, Hukum Waris, Jakarta:PT Yudhistira, 2001, hlm. 41.
[4] Ibid., hlm. 42

1 comment:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    ReplyDelete