Pengertian
Fidusia
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Penjaminan
Fidusia memberikan pengertian fidusia sebagai berikut, yaitu:
-Fidusia adalah
pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan
bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik
benda.
-Jaminan Fidusia adalah
hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai agunan
bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Subyek
1. Dari segi
individu (person), yang menjadi subyek fidusia adalah :
a.
Orang perorangan;
b.
Korporasi.
2. Para
Pihak, yang menjadi subyek fidusia adalah :
a.
Pemberi Fidusia atau Debitur;
b.
Penerima Fidusia atau Kreditur.
Obyek
1.
Benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud;
2.
Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau
hipotek, yaitu bangunan di atas tanah milik orang lain, sebagai contoh rumah
susun, apartemen
Kewajiban/Tanggung Jawab
1.
Penerima Fidusia :
a.
wajib mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran
Fidusia;
b.
wajib mengajukan permohonan
pendaftaran atas perubahan dalam Sertifikat Jaminan Fidusia kepada Kantor
Pendaftaran Fidusia;
c.
wajib mengembalikan kepada Pemberi Fidusia dalam hal hasil
eksekusi melebihi nilai penjaminan;
d.
wajib memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai
hapusnya jaminan fidusia. Pengecualian: Penerima Fidusia tidak menanggung
kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul
dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum
sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia.
2.
Pemberi Fidusia :
a.
dalam hal pengalihan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia,
wajib menggantinya dengan obyek yang setara;
b.
wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam
rangka pelaksanaan eksekusi;
c.
tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayarkan.
Hak
1.
Penerima Fidusia mempunyai hak:
a.
kepemilikan atas benda yang dijadikan obyek fidusia, namun secara
fisik benda tersebut tidak di bawah penguasaannya;
b.
dalam hal debiturwan prestasi, untuk menjual benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia atas kekuasaaannya sendiri (parate
eksekusi), karena dalam Sertifikat Jaminan Fidusia terdapat adanya titel
eksekutorial, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.
yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil
pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia;
d.
memperoleh penggantian benda yang setara yang menjadi obyek
jaminan dalam hal pengalihan jaminan fidusia oleh debitur;
e.
memperoleh hak terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam
rangka pelaksanaan eksekusi;
f.
tetap berhak atas utang yang belum dibayarkan oleh debitur.
2.
Pemberi Fidusia mempunyai hak:
a.
tetap menguasai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
b.
dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur atau mengalihkan benda
atau hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, atau melakukan
penagihan atau melakukan kompromi atas utang apabila Penerima Fidusia
menyetujui.
Hapusnya Jaminan Fidusia
Hapusanya jaminan fidusia tercantum dalam Pasal 25 ayat 1, yaitu:
1.
Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
2.
Adanya pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia;
3.
Musnahnya benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia tidak
menghapuskan klaim asuransi
Sifat Fidusia:
1.
Fiducsa merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok,
dan bukan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Perjanjian
Fidusia tidak disebut secara khusus dalam KUH Perdata. Karena itu, perjanjian
ini tergolong dalam perjanjian tak bernama (Onbenoem
De Overeenkomst);
2.
Berrsifat memaksa, karena
dalam hal ini terjadi penyerahan hak milik atas benda yang dijadikan obyek
Jaminan Fidusia, walaupun tanpa penyerahan fisik benda yang dijadikan obyek
jaminan;
3.
Dapat digunakan, digabungkan, dicampur atau dialihkan terhadap
benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dengan
persetujuan dari Penerima Fidusia
4.
Bersifat individualiteit,
bahwa benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia melekat secara utuh pada
utangnya sehingga meskipun sudah dilunasi sebagian, namun hak fidusia atas
benda yang dijadikan obyek jaminan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga
seluruh utang telah dilunasi;
5.
Bersifat menyeluruh (totaliteit),
berarti hak kebendaan atas fidusia mengikuti segala ikutannya yang melekat dan
menjadi satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak kebendaan diberikan;
6. Tidak dapat dipisah-pisahkan (Onsplitsbaarheid),
berarti pemberian fidusia hanya dapat diberikan untuk keseluruhan benda yang
dijadikan jaminan dan tidak mungkin hanya sebagian saja;
7. Bersifat mendahulu (droit
depreference), bahwa Penerim Fidusia mempunyai hak yang didahulukan
terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil
eksekusi benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia;
8. Mengikuti bendanya (Droit de
suite), pemegang hak fidusia dilindungi hak kebendaannya, Jaminan Fidusia
tetap mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun
benda itu berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia;
9. Harus diumumkan (asas publisitas), benda yang dijadikan obyek
Jaminan Fidusia wajib didaftarkan, hal ini merupakan jaminan kepastian terhadap
kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia;
10. Berjenjang/Prioriteit (ada prioritas yang satu atas
yang lainnya), hal ini sebagai akibat dari kewajiban untuk melakukan
pendaftaran dalam pembebanan Jaminan Fidusia dan apabila atas benda yang sama
menjadi obyek lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia;
11. Sebagai Jura in re Aliena (yang terbatas),
Fidusia adalah hak kebendaan yang bersifat terbatas, yang tidak memberikan hak
kebendaan penuh kepada Pemegang atau Penerima Fidusia.Jaminan Fidusia hanya
sematamata ditujukan bagi pelunasan utang. Fidusia hanya memberikan hak
pelunasan mendahulu, dengan cara menjual sendiri benda yang
dijaminkan dengan Fidusia.
Tatacara Pendaftaran Penjaminan Fudisia
Prosedur mengenai pendaftaran jaminan fidusia
tercantum dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 UU Jaminan Fidusia, dimana pada
pokoknya dinyatakan bahwa prosedur pendaftaran jaminan fidusia adalah sebagai
berikut:
a. Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran
Fidusia dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia
dan berada di lingkup tugas Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia;
b. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima
fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan
pendaftaran jaminan fidusia;
c.
Pernyataan pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud di
atas, memuat:
1.
Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
2.
Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan
notaris yang membuat akta jaminan fidusia;
3.
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
4.
Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
5.
Nilai jaminan;
6.
Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
d.
Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku
daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan
pendaftaran;
e. Kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima
fidusia sertifkat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal
penerimaan permohonan pendaftaran;
f.
Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal
dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia;
g.
Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda
yang menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
Pelanggaran - Pelanggaran Hukum Dalam Perjanjian Kredit
Dengan Jaminan Fidusia
Pelanggaran-pelanggaran yang sering dilakukan oleh kreditur adalah
sebagai berikut :
1.
Kreditur tidak mendaftarkan obyek jaminan fidusia di Kantor
Pendaftaran Fidusia.
Pelanggaran ini biasanya dilakukan oleh Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) maupun bank umum untuk nilai pinjamannya kecil. Dalam
hal ini pihak bank sudah siap menanggung resiko jika terjadi kredit macet.
Lembaga Pembiayaan (finance) juga banyak yang tidak mendaftarkan jaminan
fidusianya dengan alasan demi efisiensi dalam menghadapi persaingan dengan
lembaga pembiayaan lainnya.
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 sudah mengatur bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan. Terhadap jaminan fidusia yang tidak didaftarkan maka
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia tidak berlaku,
dengan kata lain untuk berlakunya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang
tentang Jaminan Fidusia maka harus dipenuhi bahwa benda jaminan fidusia itu
didaftarkan. Kreditur yang tidak mendaftarkan obyek jaminan fidusia di Kantor
Pendaftaran Fidusia tidak bisa menikmati keuntungan-keuntungan dari
ketentuan-ketentuan dalam undang-undang jaminan fidusia seperti misalnya hak
preferen atau hak didahulukan (J. Satrio, 242 -243). Konsekwensi lain dengan
tidak didaftarkannya suatu obyek jaminan fidusia adalah apabila debitur
wanprestasi maka kreditur tidak bisa langsung melakukan eksekusi terhadap
jaminan fidusia namun harus menempuh gugatan secara perdata di pengadilan
berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Apabila sudah
ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka baru
dapat dimintakan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia.
2.
Pendaftaran fidusia dilakukan setelah debitur wanprestasi.
Pelanggaran ini masih banyak dilakukan oleh
lembaga pembiayaan (finance) dengan alasan sebagaimana telah dikemukakan di
atas. Pada saat debitur mulai wanprestasi, perusahaan finance baru mendaftarkan
obyek jaminan fidusia dalam rangka untuk memenuhi persyaratan untuk melakukan
eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia. Pemicu tindakan lembaga finance ini
dikarenakan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia tidak diatur ketentuan
mengenai daluarsa pendaftaran jaminan fidusia sehingga Kantor Pendaftaran
Fidusia tidak punya alasan untuk menolak permohonan pendaftaran fidusia yang
perjanjian kreditnya sudah ditandatangani dalam waktu yang lama (biasanya 2 -3
tahun sebelum didaftarkan).
Walaupun tidak ada aturan mengenai daluarsa
pendaftaran jaminan fidusia, namun dalam Pasal 14 sub 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia telah diatur bahwa jaminan fidusia lahir pada
tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana
tercatat dalam Buku Daftar Fidusia. Oleh sebab itu, apabila ada perjanjian
kredit yang dibuat beberapa tahun yang lalu namun pendaftaran jaminan
fidusianya baru dilakukan belakangan maka berlakunya jaminan fidusia itu adalah
pada saat didaftarkan bukan pada saat perjanjian kredit ditandatangani atau
pada saat penandatanganan akta notariil. Konsekwensinya adalah
peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi sebelum pendaftaran jaminan fidusia
tidak berlaku ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.
3.
Perjanjian kredit yang diikat dengan jaminan
fidusia namun obyeknya bukan merupakan obyek jaminan fidusia, seperti misalnya
hak sewa, hak pakai maupun sewa beli (leasing). Hal ini lebih dikarenakan
ketidaktahuan kreditur terhadap aspek hukum tentang jaminan fidusia. Benda yang
merupakan obyek sewa-menyewa, hak pakai atau sewa beli bukan merupakan hak
kebendaan sehingga bukan merupakan obyek jaminan fidusia sehingga tidak dapat
didaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia. Karena bukan merupakan obyek jaminan
fidusia, maka apabila debitur wanprestasi maka kreditur tidak mempunyai hak
preferen dan tidak dapat melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.
4.
Kreditur melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia tidak
sesuai ketentuan Pasal 29 Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.
Apabila debitur wanprestasi dengan tidak
melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan, maka dapat dilakukan eksekusi
terhadap obyek jaminan fidusia yang telah didaftarkan di Kantor Pendaftaran
Fidusia guna pelunasan utang tersebut. Dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diatur mengenai cara melakukan eksekusi
yaitu :
Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.
Dalam sertifikat jaminan fidusia terdapat irah-irah “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap.
Penjualan benda obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima
fidusia sendiri melalui pelelangan umum;
Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
antara pemberi dan penerima fidusia untuk memperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan kedua belah pihak.
Dalam hal eksekusi dilakukan dengan penjualan di
bawah tangan maka boleh dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak
diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan minimal dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang
bersangkutan. Prosedur inilah yang sering dilanggar oleh lembaga pembiayaan
(finance) dalam melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan. Biasanya Finance
akan menggunakan jasa debt collector yang langsung mendatangi debitor dan
mengambil kendaraan obyek jaminan dan kemudian oleh finance akan menjualnya
kepada pedagang yang sudah menjadi relasinya. Hasil penjualan tidak
diberitahukan kepada debitur apakah ada sisa atau masih ada kekurangan
dibandingkan dengan hutang debitur.
Terhadap eksekusi yang bertentangan dengan
ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 berakibat eksekusi tidak
sah sehingga pihak pemberi fidusia (debitur) dapat menggugat untuk pembatalan.
Pelanggaran-pelanggaran yang sering dilakukan debitur adalah
sebagai berikut :
1. Debitur menjaminkan lagi
obyek jaminan fidusia (Fidusia ulang)
Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia melarang
adanya tindakan fidusia ulang sebagaimana diatur dalam Pasal 17. Ketentuan ini
dibuat dalam rangka untuk melindungi kepentingan pihak kreditur yang telah
memberikan pinjaman kepada debitur dan obyek jaminannya tetap dikuasai oleh
debitur. Ketentuan tersebut sangat logis karena atas obyek jaminan fidusia
dimaksud hak kepemilikannya telah “beralih” dari pemberi fidusia (debitur)
kepada penerima fidusia (kreditur) sehingga tidak mungkin lagi dijaminkan
kepada pihak lain. Apabila atas benda yang sama menjadi obyek jaminan fidusia
lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia maka hak yang didahulukan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 diberikan kepada pihak yang lebih dahulu
mendaftarkannya di Kantor Pendaftaran Fidusia (pasal 28).
2.
Pemberi fidusia (debitur) menggadaikan, mengalihkan atau
menyewakan obyek jaminan fidusia tanpa seijin penerima fidusia (kreditur).
Tindakan ini biasanya dilakukan oleh debitur
yang telah mendapatkan pembiayaan dari perusahaan finance untuk pembelian
kendaraan bermotor, di mana hutangnya belum lunas tapi kendaraannya telah
digadaikan secara di bawah tangan kepada pihak ketiga.
Terhadap perbuatan tersebut, Pasal 36
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 telah mengatur ancaman pidana bagi debitur
yang mengadaikan atau mengalihakan obyek jaminan fidusia tanpa seijin kreditur
yaitu diancam pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
3. Debitur mengubah dan
atau mengganti isi dari benda yang menjadi obyek jaminan sehingga kualitasnya
menjadi turun (jelek). Misalnya mengganti onderdil kendaraan bermotor dengan
onderdil palsu atau onderdil bekas.
Perbuatan debitur tersebut tidak dapat
dibenarkan karena pada saat ditandatanganinya perjanjian kredit dan perjanjian
jaminan fidusia, hak kepemilikan atas obyek jaminan fidusia telah “beralih”
dari pemberi fidusia (debitur) kepada penerima fidusia (kreditur), sehingga
pemberi fidusia (debitur) hanya “dianggap sebagai penyewa” yang mempunyai
kewajiban untuk menjaga, memelihara dan memakai obyek jaminan yang dikuasainya
dengan baik.
sumber:
UU No 42 Tahun 1999 Tentang Penjaminan Fidusia
PP Republik Indonesia No 86 Tahun 2000 Tentang Tatacara
Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Pengertian
Fidusia
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Penjaminan
Fidusia memberikan pengertian fidusia sebagai berikut, yaitu:
-Fidusia adalah
pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan
bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik
benda.
-Jaminan Fidusia adalah
hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai agunan
bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Subyek
1. Dari segi
individu (person), yang menjadi subyek fidusia adalah :
a.
Orang perorangan;
b.
Korporasi.
2. Para
Pihak, yang menjadi subyek fidusia adalah :
a.
Pemberi Fidusia atau Debitur;
b.
Penerima Fidusia atau Kreditur.
Obyek
1.
Benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud;
2.
Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau
hipotek, yaitu bangunan di atas tanah milik orang lain, sebagai contoh rumah
susun, apartemen
Kewajiban/Tanggung Jawab
1.
Penerima Fidusia :
a.
wajib mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran
Fidusia;
b.
wajib mengajukan permohonan
pendaftaran atas perubahan dalam Sertifikat Jaminan Fidusia kepada Kantor
Pendaftaran Fidusia;
c.
wajib mengembalikan kepada Pemberi Fidusia dalam hal hasil
eksekusi melebihi nilai penjaminan;
d.
wajib memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai
hapusnya jaminan fidusia. Pengecualian: Penerima Fidusia tidak menanggung
kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul
dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum
sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia.
2.
Pemberi Fidusia :
a.
dalam hal pengalihan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia,
wajib menggantinya dengan obyek yang setara;
b.
wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam
rangka pelaksanaan eksekusi;
c.
tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayarkan.
Hak
1.
Penerima Fidusia mempunyai hak:
a.
kepemilikan atas benda yang dijadikan obyek fidusia, namun secara
fisik benda tersebut tidak di bawah penguasaannya;
b.
dalam hal debiturwan prestasi, untuk menjual benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia atas kekuasaaannya sendiri (parate
eksekusi), karena dalam Sertifikat Jaminan Fidusia terdapat adanya titel
eksekutorial, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.
yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil
pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia;
d.
memperoleh penggantian benda yang setara yang menjadi obyek
jaminan dalam hal pengalihan jaminan fidusia oleh debitur;
e.
memperoleh hak terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam
rangka pelaksanaan eksekusi;
f.
tetap berhak atas utang yang belum dibayarkan oleh debitur.
2.
Pemberi Fidusia mempunyai hak:
a.
tetap menguasai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
b.
dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur atau mengalihkan benda
atau hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, atau melakukan
penagihan atau melakukan kompromi atas utang apabila Penerima Fidusia
menyetujui.
Hapusnya Jaminan Fidusia
Hapusanya jaminan fidusia tercantum dalam Pasal 25 ayat 1, yaitu:
1.
Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
2.
Adanya pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia;
3.
Musnahnya benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia tidak
menghapuskan klaim asuransi
Sifat Fidusia:
1.
Fiducsa merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok,
dan bukan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Perjanjian
Fidusia tidak disebut secara khusus dalam KUH Perdata. Karena itu, perjanjian
ini tergolong dalam perjanjian tak bernama (Onbenoem
De Overeenkomst);
2.
Berrsifat memaksa, karena
dalam hal ini terjadi penyerahan hak milik atas benda yang dijadikan obyek
Jaminan Fidusia, walaupun tanpa penyerahan fisik benda yang dijadikan obyek
jaminan;
3.
Dapat digunakan, digabungkan, dicampur atau dialihkan terhadap
benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dengan
persetujuan dari Penerima Fidusia
4.
Bersifat individualiteit,
bahwa benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia melekat secara utuh pada
utangnya sehingga meskipun sudah dilunasi sebagian, namun hak fidusia atas
benda yang dijadikan obyek jaminan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga
seluruh utang telah dilunasi;
5.
Bersifat menyeluruh (totaliteit),
berarti hak kebendaan atas fidusia mengikuti segala ikutannya yang melekat dan
menjadi satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak kebendaan diberikan;
6. Tidak dapat dipisah-pisahkan (Onsplitsbaarheid),
berarti pemberian fidusia hanya dapat diberikan untuk keseluruhan benda yang
dijadikan jaminan dan tidak mungkin hanya sebagian saja;
7. Bersifat mendahulu (droit
depreference), bahwa Penerim Fidusia mempunyai hak yang didahulukan
terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil
eksekusi benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia;
8. Mengikuti bendanya (Droit de
suite), pemegang hak fidusia dilindungi hak kebendaannya, Jaminan Fidusia
tetap mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun
benda itu berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia;
9. Harus diumumkan (asas publisitas), benda yang dijadikan obyek
Jaminan Fidusia wajib didaftarkan, hal ini merupakan jaminan kepastian terhadap
kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia;
10. Berjenjang/Prioriteit (ada prioritas yang satu atas
yang lainnya), hal ini sebagai akibat dari kewajiban untuk melakukan
pendaftaran dalam pembebanan Jaminan Fidusia dan apabila atas benda yang sama
menjadi obyek lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia;
11. Sebagai Jura in re Aliena (yang terbatas),
Fidusia adalah hak kebendaan yang bersifat terbatas, yang tidak memberikan hak
kebendaan penuh kepada Pemegang atau Penerima Fidusia.Jaminan Fidusia hanya
sematamata ditujukan bagi pelunasan utang. Fidusia hanya memberikan hak
pelunasan mendahulu, dengan cara menjual sendiri benda yang
dijaminkan dengan Fidusia.
Tatacara Pendaftaran Penjaminan Fudisia
Prosedur mengenai pendaftaran jaminan fidusia
tercantum dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 UU Jaminan Fidusia, dimana pada
pokoknya dinyatakan bahwa prosedur pendaftaran jaminan fidusia adalah sebagai
berikut:
a. Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran
Fidusia dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia
dan berada di lingkup tugas Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia;
b. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima
fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan
pendaftaran jaminan fidusia;
c.
Pernyataan pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud di
atas, memuat:
1.
Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
2.
Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan
notaris yang membuat akta jaminan fidusia;
3.
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
4.
Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
5.
Nilai jaminan;
6.
Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
d.
Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku
daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan
pendaftaran;
e. Kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima
fidusia sertifkat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal
penerimaan permohonan pendaftaran;
f.
Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal
dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia;
g.
Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda
yang menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
Pelanggaran - Pelanggaran Hukum Dalam Perjanjian Kredit
Dengan Jaminan Fidusia
Pelanggaran-pelanggaran yang sering dilakukan oleh kreditur adalah
sebagai berikut :
1.
Kreditur tidak mendaftarkan obyek jaminan fidusia di Kantor
Pendaftaran Fidusia.
Pelanggaran ini biasanya dilakukan oleh Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) maupun bank umum untuk nilai pinjamannya kecil. Dalam
hal ini pihak bank sudah siap menanggung resiko jika terjadi kredit macet.
Lembaga Pembiayaan (finance) juga banyak yang tidak mendaftarkan jaminan
fidusianya dengan alasan demi efisiensi dalam menghadapi persaingan dengan
lembaga pembiayaan lainnya.
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 sudah mengatur bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan. Terhadap jaminan fidusia yang tidak didaftarkan maka
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia tidak berlaku,
dengan kata lain untuk berlakunya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang
tentang Jaminan Fidusia maka harus dipenuhi bahwa benda jaminan fidusia itu
didaftarkan. Kreditur yang tidak mendaftarkan obyek jaminan fidusia di Kantor
Pendaftaran Fidusia tidak bisa menikmati keuntungan-keuntungan dari
ketentuan-ketentuan dalam undang-undang jaminan fidusia seperti misalnya hak
preferen atau hak didahulukan (J. Satrio, 242 -243). Konsekwensi lain dengan
tidak didaftarkannya suatu obyek jaminan fidusia adalah apabila debitur
wanprestasi maka kreditur tidak bisa langsung melakukan eksekusi terhadap
jaminan fidusia namun harus menempuh gugatan secara perdata di pengadilan
berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Apabila sudah
ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka baru
dapat dimintakan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia.
2.
Pendaftaran fidusia dilakukan setelah debitur wanprestasi.
Pelanggaran ini masih banyak dilakukan oleh
lembaga pembiayaan (finance) dengan alasan sebagaimana telah dikemukakan di
atas. Pada saat debitur mulai wanprestasi, perusahaan finance baru mendaftarkan
obyek jaminan fidusia dalam rangka untuk memenuhi persyaratan untuk melakukan
eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia. Pemicu tindakan lembaga finance ini
dikarenakan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia tidak diatur ketentuan
mengenai daluarsa pendaftaran jaminan fidusia sehingga Kantor Pendaftaran
Fidusia tidak punya alasan untuk menolak permohonan pendaftaran fidusia yang
perjanjian kreditnya sudah ditandatangani dalam waktu yang lama (biasanya 2 -3
tahun sebelum didaftarkan).
Walaupun tidak ada aturan mengenai daluarsa
pendaftaran jaminan fidusia, namun dalam Pasal 14 sub 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia telah diatur bahwa jaminan fidusia lahir pada
tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana
tercatat dalam Buku Daftar Fidusia. Oleh sebab itu, apabila ada perjanjian
kredit yang dibuat beberapa tahun yang lalu namun pendaftaran jaminan
fidusianya baru dilakukan belakangan maka berlakunya jaminan fidusia itu adalah
pada saat didaftarkan bukan pada saat perjanjian kredit ditandatangani atau
pada saat penandatanganan akta notariil. Konsekwensinya adalah
peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi sebelum pendaftaran jaminan fidusia
tidak berlaku ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.
3.
Perjanjian kredit yang diikat dengan jaminan
fidusia namun obyeknya bukan merupakan obyek jaminan fidusia, seperti misalnya
hak sewa, hak pakai maupun sewa beli (leasing). Hal ini lebih dikarenakan
ketidaktahuan kreditur terhadap aspek hukum tentang jaminan fidusia. Benda yang
merupakan obyek sewa-menyewa, hak pakai atau sewa beli bukan merupakan hak
kebendaan sehingga bukan merupakan obyek jaminan fidusia sehingga tidak dapat
didaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia. Karena bukan merupakan obyek jaminan
fidusia, maka apabila debitur wanprestasi maka kreditur tidak mempunyai hak
preferen dan tidak dapat melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.
4.
Kreditur melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia tidak
sesuai ketentuan Pasal 29 Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.
Apabila debitur wanprestasi dengan tidak
melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan, maka dapat dilakukan eksekusi
terhadap obyek jaminan fidusia yang telah didaftarkan di Kantor Pendaftaran
Fidusia guna pelunasan utang tersebut. Dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diatur mengenai cara melakukan eksekusi
yaitu :
Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.
Dalam sertifikat jaminan fidusia terdapat irah-irah “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap.
Penjualan benda obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima
fidusia sendiri melalui pelelangan umum;
Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
antara pemberi dan penerima fidusia untuk memperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan kedua belah pihak.
Dalam hal eksekusi dilakukan dengan penjualan di
bawah tangan maka boleh dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak
diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan minimal dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang
bersangkutan. Prosedur inilah yang sering dilanggar oleh lembaga pembiayaan
(finance) dalam melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan. Biasanya Finance
akan menggunakan jasa debt collector yang langsung mendatangi debitor dan
mengambil kendaraan obyek jaminan dan kemudian oleh finance akan menjualnya
kepada pedagang yang sudah menjadi relasinya. Hasil penjualan tidak
diberitahukan kepada debitur apakah ada sisa atau masih ada kekurangan
dibandingkan dengan hutang debitur.
Terhadap eksekusi yang bertentangan dengan
ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 berakibat eksekusi tidak
sah sehingga pihak pemberi fidusia (debitur) dapat menggugat untuk pembatalan.
Pelanggaran-pelanggaran yang sering dilakukan debitur adalah
sebagai berikut :
1. Debitur menjaminkan lagi
obyek jaminan fidusia (Fidusia ulang)
Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia melarang
adanya tindakan fidusia ulang sebagaimana diatur dalam Pasal 17. Ketentuan ini
dibuat dalam rangka untuk melindungi kepentingan pihak kreditur yang telah
memberikan pinjaman kepada debitur dan obyek jaminannya tetap dikuasai oleh
debitur. Ketentuan tersebut sangat logis karena atas obyek jaminan fidusia
dimaksud hak kepemilikannya telah “beralih” dari pemberi fidusia (debitur)
kepada penerima fidusia (kreditur) sehingga tidak mungkin lagi dijaminkan
kepada pihak lain. Apabila atas benda yang sama menjadi obyek jaminan fidusia
lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia maka hak yang didahulukan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 diberikan kepada pihak yang lebih dahulu
mendaftarkannya di Kantor Pendaftaran Fidusia (pasal 28).
2.
Pemberi fidusia (debitur) menggadaikan, mengalihkan atau
menyewakan obyek jaminan fidusia tanpa seijin penerima fidusia (kreditur).
Tindakan ini biasanya dilakukan oleh debitur
yang telah mendapatkan pembiayaan dari perusahaan finance untuk pembelian
kendaraan bermotor, di mana hutangnya belum lunas tapi kendaraannya telah
digadaikan secara di bawah tangan kepada pihak ketiga.
Terhadap perbuatan tersebut, Pasal 36
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 telah mengatur ancaman pidana bagi debitur
yang mengadaikan atau mengalihakan obyek jaminan fidusia tanpa seijin kreditur
yaitu diancam pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
3. Debitur mengubah dan
atau mengganti isi dari benda yang menjadi obyek jaminan sehingga kualitasnya
menjadi turun (jelek). Misalnya mengganti onderdil kendaraan bermotor dengan
onderdil palsu atau onderdil bekas.
Perbuatan debitur tersebut tidak dapat
dibenarkan karena pada saat ditandatanganinya perjanjian kredit dan perjanjian
jaminan fidusia, hak kepemilikan atas obyek jaminan fidusia telah “beralih”
dari pemberi fidusia (debitur) kepada penerima fidusia (kreditur), sehingga
pemberi fidusia (debitur) hanya “dianggap sebagai penyewa” yang mempunyai
kewajiban untuk menjaga, memelihara dan memakai obyek jaminan yang dikuasainya
dengan baik.
sumber:
UU No 42 Tahun 1999 Tentang Penjaminan Fidusia
PP Republik Indonesia No 86 Tahun 2000 Tentang Tatacara
Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.