Saturday, November 17, 2012

Sekilas Tentang Fidusia

Pengertian Fidusia
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Penjaminan Fidusia memberikan pengertian fidusia sebagai berikut, yaitu:
-Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.
-Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Subyek
1.      Dari segi individu (person), yang menjadi subyek fidusia adalah :
a.       Orang perorangan;
b.       Korporasi.
2.      Para Pihak, yang menjadi subyek fidusia adalah :
a.       Pemberi Fidusia atau Debitur;
b.      Penerima Fidusia atau Kreditur.

Obyek
1.      Benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud;
2.      Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek, yaitu bangunan di atas tanah milik orang lain, sebagai contoh rumah susun, apartemen

Kewajiban/Tanggung Jawab
1.      Penerima Fidusia :
a.       wajib mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia;
b.       wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan dalam Sertifikat Jaminan Fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia;
c.       wajib mengembalikan kepada Pemberi Fidusia dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan;
d.      wajib memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia. Pengecualian: Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
2.      Pemberi Fidusia :
a.       dalam hal pengalihan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, wajib menggantinya dengan obyek yang setara;
b.      wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi;
c.       tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayarkan.

Hak
1.      Penerima Fidusia mempunyai hak:
a.       kepemilikan atas benda yang dijadikan obyek fidusia, namun secara fisik benda tersebut tidak di bawah penguasaannya;
b.      dalam hal debiturwan prestasi, untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaaannya sendiri (parate eksekusi), karena dalam Sertifikat Jaminan Fidusia terdapat adanya titel eksekutorial, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.       yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
d.      memperoleh penggantian benda yang setara yang menjadi obyek jaminan dalam hal pengalihan jaminan fidusia oleh debitur;
e.       memperoleh hak terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi;
f.       tetap berhak atas utang yang belum dibayarkan oleh debitur.
2.      Pemberi Fidusia mempunyai hak:
a.       tetap menguasai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
b.      dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur atau mengalihkan benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, atau melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas utang apabila Penerima Fidusia menyetujui.

Hapusnya Jaminan Fidusia
Hapusanya jaminan fidusia tercantum dalam Pasal 25 ayat 1, yaitu:
1.      Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
2.      Adanya pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia;
3.      Musnahnya benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi

Sifat Fidusia:
1.      Fiducsa merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok, dan bukan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Perjanjian Fidusia tidak disebut secara khusus dalam KUH Perdata. Karena itu, perjanjian ini tergolong dalam perjanjian tak bernama (Onbenoem De Overeenkomst);
2.       Berrsifat memaksa, karena dalam hal ini terjadi penyerahan hak milik atas benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia, walaupun tanpa penyerahan fisik benda yang dijadikan obyek jaminan;
3.      Dapat digunakan, digabungkan, dicampur atau dialihkan terhadap benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dengan persetujuan dari Penerima Fidusia
4.      Bersifat individualiteit, bahwa benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia melekat secara utuh pada utangnya sehingga meskipun sudah dilunasi sebagian, namun hak fidusia atas benda yang dijadikan obyek jaminan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga seluruh utang telah dilunasi;
5.      Bersifat menyeluruh (totaliteit), berarti hak kebendaan atas fidusia mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak kebendaan diberikan;
6.    Tidak dapat dipisah-pisahkan (Onsplitsbaarheid), berarti pemberian fidusia hanya dapat diberikan untuk keseluruhan benda yang dijadikan jaminan dan tidak mungkin hanya sebagian saja;
7.  Bersifat mendahulu (droit depreference), bahwa Penerim Fidusia mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia;
8.  Mengikuti bendanya (Droit de suite), pemegang hak fidusia dilindungi hak kebendaannya, Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia;
9. Harus diumumkan (asas publisitas), benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia wajib didaftarkan, hal ini merupakan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia;
10.  Berjenjang/Prioriteit (ada prioritas yang satu atas yang lainnya), hal ini sebagai akibat dari kewajiban untuk melakukan pendaftaran dalam pembebanan Jaminan Fidusia dan apabila atas benda yang sama menjadi obyek lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia;
11.  Sebagai Jura in re Aliena (yang terbatas), Fidusia adalah hak kebendaan yang bersifat terbatas, yang tidak memberikan hak kebendaan penuh kepada Pemegang atau Penerima Fidusia.Jaminan Fidusia hanya sematamata ditujukan bagi pelunasan utang. Fidusia hanya memberikan hak pelunasan mendahulu,  dengan cara menjual sendiri benda yang dijaminkan dengan Fidusia.

Tatacara Pendaftaran Penjaminan Fudisia
Prosedur mengenai pendaftaran jaminan fidusia tercantum dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 UU Jaminan Fidusia, dimana pada pokoknya dinyatakan bahwa prosedur pendaftaran jaminan fidusia adalah sebagai berikut:
a.  Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia dan berada di lingkup tugas Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia;
b.   Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran  jaminan fidusia;
c.       Pernyataan pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud di atas, memuat:
1.      Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
2.      Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia;
3.      Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
4.      Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
5.      Nilai jaminan;
6.      Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
d.      Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran;
e.   Kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia sertifkat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran;
f.       Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia;
g.      Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.

Pelanggaran - Pelanggaran Hukum Dalam Perjanjian  Kredit Dengan  Jaminan  Fidusia
Pelanggaran-pelanggaran yang sering dilakukan oleh kreditur adalah sebagai berikut :
1.      Kreditur tidak mendaftarkan obyek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pelanggaran ini biasanya dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun bank umum untuk nilai pinjamannya kecil. Dalam hal ini pihak bank sudah siap menanggung resiko jika terjadi kredit macet. Lembaga Pembiayaan (finance) juga banyak yang tidak mendaftarkan jaminan fidusianya dengan alasan demi efisiensi dalam menghadapi persaingan dengan lembaga pembiayaan lainnya.
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 sudah mengatur bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Terhadap jaminan fidusia yang tidak didaftarkan maka ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia tidak berlaku, dengan kata lain untuk berlakunya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia maka harus dipenuhi bahwa benda jaminan fidusia itu didaftarkan. Kreditur yang tidak mendaftarkan obyek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia tidak bisa menikmati keuntungan-keuntungan dari ketentuan-ketentuan dalam undang-undang jaminan fidusia seperti misalnya hak preferen atau hak didahulukan (J. Satrio, 242 -243). Konsekwensi lain dengan tidak didaftarkannya suatu obyek jaminan fidusia adalah apabila debitur wanprestasi maka kreditur tidak bisa langsung melakukan eksekusi terhadap jaminan fidusia namun harus menempuh gugatan secara perdata di pengadilan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Apabila sudah ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka baru dapat dimintakan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia.

2.      Pendaftaran fidusia dilakukan setelah debitur wanprestasi.
Pelanggaran ini masih banyak dilakukan oleh lembaga pembiayaan (finance) dengan alasan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pada saat debitur mulai wanprestasi, perusahaan finance baru mendaftarkan obyek jaminan fidusia dalam rangka untuk memenuhi persyaratan untuk melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia. Pemicu tindakan lembaga finance ini dikarenakan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia tidak diatur ketentuan mengenai daluarsa pendaftaran jaminan fidusia sehingga Kantor Pendaftaran Fidusia tidak punya alasan untuk menolak permohonan pendaftaran fidusia yang perjanjian kreditnya sudah ditandatangani dalam waktu yang lama (biasanya 2 -3 tahun sebelum didaftarkan).
Walaupun tidak ada aturan mengenai daluarsa pendaftaran jaminan fidusia, namun dalam Pasal 14 sub 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah diatur bahwa jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana tercatat dalam Buku Daftar Fidusia. Oleh sebab itu, apabila ada perjanjian kredit yang dibuat beberapa tahun yang lalu namun pendaftaran jaminan fidusianya baru dilakukan belakangan maka berlakunya jaminan fidusia itu adalah pada saat didaftarkan bukan pada saat perjanjian kredit ditandatangani atau pada saat penandatanganan akta notariil. Konsekwensinya adalah peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi sebelum pendaftaran jaminan fidusia tidak berlaku ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.

3.      Perjanjian  kredit  yang diikat dengan jaminan fidusia namun obyeknya bukan merupakan obyek jaminan fidusia, seperti misalnya hak sewa, hak pakai maupun sewa beli (leasing). Hal ini lebih dikarenakan ketidaktahuan kreditur terhadap aspek hukum tentang jaminan fidusia. Benda yang merupakan obyek sewa-menyewa, hak pakai atau sewa beli bukan merupakan hak kebendaan sehingga bukan merupakan obyek jaminan fidusia sehingga tidak dapat didaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia. Karena bukan merupakan obyek jaminan fidusia, maka apabila debitur wanprestasi maka kreditur tidak mempunyai hak preferen dan tidak dapat melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.

4.      Kreditur melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia tidak sesuai ketentuan Pasal 29 Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.
Apabila debitur wanprestasi dengan tidak melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan, maka dapat dilakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia yang telah didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia guna pelunasan utang tersebut. Dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diatur mengenai cara melakukan eksekusi yaitu :
Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.
Dalam sertifikat jaminan fidusia terdapat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Penjualan benda obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum;
Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima fidusia untuk memperoleh harga tertinggi yang menguntungkan kedua belah pihak.

Dalam hal eksekusi dilakukan dengan penjualan di bawah tangan maka boleh dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan minimal dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Prosedur inilah yang sering dilanggar oleh lembaga pembiayaan (finance) dalam melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan. Biasanya Finance akan menggunakan jasa debt collector yang langsung mendatangi debitor dan mengambil kendaraan obyek jaminan dan kemudian oleh finance akan menjualnya kepada pedagang yang sudah menjadi relasinya. Hasil penjualan tidak diberitahukan kepada debitur apakah ada sisa atau masih ada kekurangan dibandingkan dengan hutang debitur.

Terhadap eksekusi yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 berakibat eksekusi tidak sah sehingga pihak pemberi fidusia (debitur) dapat menggugat untuk pembatalan.

 Pelanggaran-pelanggaran yang sering dilakukan debitur adalah sebagai berikut :
1.      Debitur menjaminkan lagi obyek jaminan fidusia (Fidusia ulang)
Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia melarang adanya tindakan fidusia ulang sebagaimana diatur dalam Pasal 17. Ketentuan ini dibuat dalam rangka untuk melindungi kepentingan pihak kreditur yang telah memberikan pinjaman kepada debitur dan obyek jaminannya tetap dikuasai oleh debitur. Ketentuan tersebut sangat logis karena atas obyek jaminan fidusia dimaksud hak kepemilikannya telah “beralih” dari pemberi fidusia (debitur) kepada penerima fidusia (kreditur) sehingga tidak mungkin lagi dijaminkan kepada pihak lain. Apabila atas benda yang sama menjadi obyek jaminan fidusia lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya di Kantor Pendaftaran Fidusia (pasal 28).

2.      Pemberi fidusia (debitur) menggadaikan, mengalihkan atau menyewakan obyek jaminan fidusia tanpa seijin penerima fidusia (kreditur).
Tindakan ini biasanya dilakukan oleh debitur yang telah mendapatkan pembiayaan dari perusahaan finance untuk pembelian kendaraan bermotor, di mana hutangnya belum lunas tapi kendaraannya telah digadaikan secara di bawah tangan kepada pihak ketiga.
Terhadap perbuatan tersebut, Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 telah mengatur ancaman pidana bagi debitur yang mengadaikan atau mengalihakan obyek jaminan fidusia tanpa seijin kreditur yaitu diancam pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

3.      Debitur mengubah dan atau mengganti isi dari benda yang menjadi obyek jaminan sehingga kualitasnya menjadi turun (jelek). Misalnya mengganti onderdil kendaraan bermotor dengan onderdil palsu atau onderdil bekas.
Perbuatan debitur tersebut tidak dapat dibenarkan karena pada saat ditandatanganinya perjanjian kredit dan perjanjian jaminan fidusia, hak kepemilikan atas obyek jaminan fidusia telah “beralih” dari pemberi fidusia (debitur) kepada penerima fidusia (kreditur), sehingga pemberi fidusia (debitur) hanya “dianggap sebagai penyewa” yang mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan memakai obyek jaminan yang dikuasainya dengan baik.



sumber:
 UU No 42 Tahun 1999 Tentang Penjaminan Fidusia 

PP Republik Indonesia No 86 Tahun 2000 Tentang Tatacara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.