Monday, January 21, 2019

Penagihan Khusus Piutang Pajak Daluarsa



Pajak merupakan unsur terpenting dalam sebuah pembangunan dan kemajuan suatu Negara, begitupula dengan Indonesia Tanpa pajak terkhusus di Indonesia, roda pemerintahan tidak akan berjalan dengan baik. Salahsatu contoh pengguaan hasil pajak adalah pembangunan fasilitas umum atau infrastrukutur seperti jalan, sekolah dan lain sebagainya.
Pengertian pajak menurut Undang-undang adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi aau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secaralangsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[1]
Dalam konteks kewajiban perpajakan, pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yakni pembayaran atas perhitungan pajak yang dilakukannya secara self assesment melalui surat pemberitahuan baik masa maupun tahunan dan pembayaran yang dilakukan setelah dilakukan penetapan secara official assesment oleh Direktorat Jenderal Pajak. Kepatuhan pembayaran atas kewajiban perpajakan tersebut khususnya untuk menilai ketepatan waktu pembayaran dan jumlah yang dibayar oleh Wajib Pajak apakah telah sesuai dengan yang tercantum surat pemberitahuan ataupun ketetapan pajak.
Realisasi penerimaan pajak sampai dengan 31 Oktober 2016 mencapai Rp. 870,954 triliun atau 62,27% dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai APBN-P 2016 sebesar Rp. 1.355,203 triliun. [2] Pada Tahun 2017 realisasi penerimaan pajak mengalami peningkatan yaitu mencapai 91,0 % dari target APBN 1.450,9 triliun.
Apabila wajib pajak yang belum membayar utang pajak kepada negara, maka fiskus akan menagih kepada wajib pajak agar melunasi utang pajak sebagaimana mestinya. Hak untuk melakukan penagihan pajak akan kadaluarsa setelah melampaui waktu lima tahun terhiting sejak penerbitan STP, SKPKB, SKPKBT, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. Saat kadaluarsa penagih pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kapan utang pajak dapatditagih lagi.[3] Sebelum membahas mengenai penagihan khusus piutang pajak, akan dijelaskan dulu jenis-jenis sumber pajak.

Jenis-jenis Sumber Pajak

Ada beberapa sumber pajak yang dipungut dan diberikan kepada pemerintah, yaitu:

1.      Pajak Penghasilan PPh
Pajak penghasilan adalah suatu pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau wajib pajak  yang menerima atau telah memperoleh penghasilan selama tahun pajak.

2.      Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan pajak pertambahan nilai sangat dipengaruhi oleh perembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Nilai. Perkembangan ekonomi yang sangat dinamis baik ditingkat nasional, regional, maupun Intenasonal terus menciptakan jenis serta pola transaksi yang baru. Sebagai contoh, dibidang jasa, banyak timbul transaksi jasa baru atau modifikasi dari transaksi sebelumnya yang pengenan pajak pertambahan nilanya belum diatur dalam undang-undang pajak pertambahan nilai. Maka dari itu pengaturan pajak pertambahan nilai akan terus berkembang mengikuti tumbuhnya jenis transaksi baru. Hal ini juga akan berpengaruh kepada penerimaan pajak terhadap Negara.
3.      Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Pengertian
Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Prinsip Dan Pertimbangan Pemungutan Ppnbm[4]
Berikut beberapa pertimbangan mengapa pemerintah Indonesia menganggap bahwa PPnBM sangatlah penting untuk diterapkan:
a)      Agar tercipta keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi
b)      Untuk mengendalikan pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
c)      Perlindungan terhada produsen kecil atau tradisional
d)     Mengamankan penerimanaan Negara
Prinsip Pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ialah hanya 1 (satu) kali saja, yaitu pada saat:
a)      Penyerahan oleh pabrikan atau produsen Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
b)      Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
Pemungutan pajak barang mewah ini sama sekali tidak memperhatikan siapa yang mengimpor maupun seberapa sering produsen atau pengusaha melakukan impor tersebut (lebih dari sekali atau hanya sekali saja)
4.      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Dalam undang-undang nomor 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan biasa dikenal dengan PBB,disampaikan bahwa pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang sangat enting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembanguna nasioanl sebagai pengamalan Pancasila yang bertujuan untuk meningkatakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu pajak perlu dikelola dengan meningkatkan peran dan serta masyarakat sesuai kemampuannya.
PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan. Dengan demikian, besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek pajak. Sementara itu, keadaan subjek pajak tidak ikut menentukan besarnya pajak. Objek pajak dalam hal ini adalah bumi/tanah dan atau bangunan.[5]

     Selain dari beberapa sumber penerimaan pajak, ada beberapa sumber pajak lainnya seperti bea materai. Maksud dari bea materai adalah pajakyang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan. Nilai bea materai yang berlaku saat ini Rp. 3000 dan Rp. 6000 yang disesuaikan dengan nilai dokumen dan penggunaan dokumen.[6]

Penagihan khusus piutang pajak  Daluarsa
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyandraan, dan menjual barang yang telah disita.[7] Namun penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan apabila telah daluarsa sebagaimana diatur dalam undang-undang dan peraturan daerah.[8]
Sesuai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, penagihan pajak tidak dilaksanakan apabila telah daluwarsa sebagaimana diatur dalam undang-undang dan peraturan daerah. Di satu sisi ketentuan tersebut memberikan aspek kepastian hukum bagi Wajib Pajak tetapi juga memberikan dorongan bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk mengoptimalisasi tindakan penagihan pajak sebelum piutang pajak tersebut daluwarsa. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 mengatur lebih lanjut batas waktu daluwarsa penagihan pajak sesuai dengan tahun pajak dari ketetapan yang menjadi dasar penagihan pajak.[9]
Per 31 Desember 2016 nilai Piutang Pajak dengan umur lebih dari 5 tahun adalah sebesar Rp31.717.205.196.342,00 atau 31,16% dari saldo akhir Piutang Pajak. Dari piutang pajak dengan umur lebih dari 5 tahun tersebut terdapat piutang pajak daluwarsa sebesar Rp21.753.168.962.997,00 atau 68,58% dari Piutang Pajak dengan umur lebih dari 5 tahun. Hal tersebut mengindikasikan terdapat 31,42% dari Piutang Pajak dengan umur lebih dari 5 tahun yang berpotensi untuk menjadi daluwarsa penagihan atau sebesar Rp9.964.036.233.344,00.[10]
Melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2012 tentang Kebijakan Penagihan Pajak telah merumuskan strategi dan prioritas tindakan penagihan pajak. Salah satunya adalah upaya penagihan secara optimal terhadap piutang pajak yang akan daluwarsa. Melalui sistem informasi yang memadai, data piutang pajak yang akan daluwarsa dapat dimonitor oleh Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Wilayah DJP serta Kantor Pusat DJP. Dengan dukungan sistem informasi tersebut diharapkan akan dapat dilakukan penagihan pajak optimal sebelum piutang pajak tersebut menjadi daluwarsa.
Maka dari itu melihat dari paparan diatas, masih adanya upaya dalam penagihan pitang pajak kepada wajib pajak oleh direktorat jendral Pajak meskipun hamper daluarsa. Hal ini tentunya harus dilakukan upaya-upaya yang strategis agar penagihan piutang yang hampir daluarsa membuahkan hasil. Apabila strategi dalam pengoptimalan penagihan tersebut berhasil maka akan berdampak pada penerimaan pajak terhadap pemerintah yang lebih besar.













[1]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
[3] Marihot PahalaSiahaan.2010. Hukum Pajak Formal. Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal. 149
[4] https://www.online-pajak.com/id/pajak-penjualan-atas-barang-mewah-ppnbm
[5] Rezky Wulandari et. al. Modul Pelatihan Pajak Aplikatif Brevet A&B. Sekolah Vokas Universitas Gadjah Mada. 2017.hal. 108
[6] Ibid. hal.88
[8] Pasal 41 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat Paksa
[9] Laporan Keuangan Audited Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak. 2016. Hal. 115
[10] Ibid. hal. 115




DAFTAR PUSTAKA
Buku
Siahaan,Marihot Pahala.2010. Hukum Pajak Formal. Yogyakarta. Graha Ilmu
Rezky Wulandari et. al. 2017. Modul Pelatihan Pajak Aplikatif Brevet A&B. Sekolah Vokas Universitas Gadjah Mada.
Undang-Undang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat Paksa

Internet

Sumber Lain
Laporan Keuangan Audited Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak 2016

1 comment:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    ReplyDelete